SOULMISSMATE
Written by Jaenimpark
Cast : Park Jimin,
Choi Haneul(OC)
Support Cast : Suga,
Min Yoon Hee
Genre : Comedy
Romance, School Life
Length : Chapter
Rating : PG-15
Notes : This
fanfiction is truly mine. This fanfiction is one of my friend’s request
project.
NO PLAGIARISM! DONT LIKE? DONT READ!
NO PLAGIARISM! DONT LIKE? DONT READ!
-
-
-
“Sudah kubilang ini bukan tentang Soulmissmate atau apalah itu. Tapi
ini tentang kita. Cobalah untuk mendengarkan aku sesekali”
-
-
-
-
Seoul pagi itu masih
terlihat seperti biasa. Jalanan yang sudah dipenuhi oleh kendaraan berbagai
jenis. Sungai han yang tak diusik sampah seserpihpun. Bunga-bunga yang
bermekaran dengan bekas embun yang masih menghinggapi beberapa dedaunan.
Semuanya sudah tampak memulai
aktifitasnya secara
normal. Normal. Biasa. Dan membosankan. Setidaknya begitulah yang dirasakan
seorang namja berambut coklat gelap yang kini tengah menyusuri gang panjang yang
berlawanan arah dengan jalan menuju rumahnya itu. Seragamnya tampak tak
terpasang rapi. Padahal masih terlalu pagi untuk terburu-buru. Langkahnyapun
tak terlihat seperti mengejar sesuatu. Tapi kenapa ia tak merapikan seragamnya
terlebih dahulu? Atau mungkin memasang dasinya? Bukankah masih banyak waktu
untuk itu? Ia terus menunduk tak memperdulikan sekelilingnya. Menunduk
memperhatikan langkahnya, tak berminat untuk memperhatikan hal lain. Bahkan tak
memperdulikan dahan yang hampir saja mengenai puncak kepalanya.
TUK
Ia tiba-tiba menghentikan
langkahnya. Merasa harus marah pada sesuatu yang baru saja menimpa kepalanya.
Membalikkan badannya dan menemukan seseorang yang harus disalahkan atas tertimpanya
kepalanya itu. Ia terus memperhatikan yeoja berambut hitam sebahu itu. Namun
yeoja itu tetap berjalan menunduk. Merasa sadar akan sesuatu, yeoja itu
terhenti dan mengangkat kepalanya untuk memastikan apakah kerikil yang
ditendangnya tadi mengenai seseorang?
“Ups”
Ucap yeoja itu setelah
menerima tatapan dingin namja berambut coklat yang kini telah berdiri
dihadapannya itu.
“Ups?”
Namja itu mengulang
ucapan yeoja yang kini menggerutu pada dirinya sendiri. Mengutuk dirinya atas
kebodohannya pagi ini.
“Mian hehe”
Cengirannya tetap tak
membuat namja itu kehilangan tatapan dinginnya itu. Namja itu malah berjalan
mendekati yeoja yang kini bergidik ngeri itu. Membayangkan apa yang akan
dilakukan namja itu pada dirinya. Diiringinya langkah namja itu dengan gerakan
mundur, menjauh sebisa mungkin.
“Choi Haneul Ba-bo”
TAK
Ia menjentik dahi yeoja
yang tertutup poni itu setelah menghentikan langkahnya tepat satu meter didepan
yeoja yang lebih pendek darinya itu sampai membuatnya harus menunduk hanya
untuk menatap lekat wajah yeoja itu.
“Appo”
Ringis yeoja yang
dipanggil haneul oleh namja yang kini tersenyum jahil itu. Haneul mengelus
bagian yang terasa sakit olehnya itu. Masih mengumpat pada dirinya sendiri.
CHU~
Sebuah ciuman mendarat
dipipi kanan haneul. Wajahnya memerah, bahkan sampai ke telinganya. Terdiam
sejenak. Mencoba memutar ulang kejadian barusan diotaknya. Apa yang baru saja
terjadi? Namja itu.. menciumnya? Omo!
“PARK JIMIN-YAA!!”
Teriaknya pada namja yang kini terbahak karena
reaksi haneul yang menurutnya menggemaskan itu.
“Mian hehe”
Olok namja yang bernama
jimin itu, mengulang perkataan haneul yang sudah benar-benar naik darah saat
ini.
“Baboya!”
Teriaknya lagi lalu
mengambil ancang-ancang untuk menghajar jimin yang sudah bergegas memburu
langkahnya. Melarikan diri dari amukan yeoja yang sudah tak bisa diajak
bertoleransi lagi itu.
“Tunggu aku jimiiin!”
Yeoja itu masih saja
meneriaki jimin yang sudah hampir tak terkejar lagi itu di tengah larinya yang
untuk suatu alasan jadi lamban itu. Sementara yeoja itu kepayahan, jimin
terkekeh menertawakan wajahnya yang sudah terlihat benar-benar kepayahan itu.
Namja itu terus melihat kebelakang tanpa memperhatikan langkahnya lagi.
“Payah,kalau larimu
seperti siput begitu sampai kiamatpun kau tak akan bisa mengejarku. Ahaha”
Jimin menghentikan
langkahnya untuk sekedar menertawakan yeoja yang sudah jauh tertinggal
dibelakangnya itu. Begitu yakinnya yeoja itu tak akan bisa mencapainya. Ia menyilangkan
tangannya, membuat pose seakan tengah menunggu sesuatu.
“Omo”
Entah sejak kapan yeoja
itu jadi begitu cepat dan hampir mencapainya. Jimin yang terkejut reflex
mengambil langkah mundur dan…
“Jimin
awaaas!”
*HANEUL’S POV*
Pagi yang biasa, jalan
yang biasa, seragam yang biasa, pemandangan yang biasa dan seoul yang sungguh
luar biasa. Entah mengapa, meskipun begitu luar biasanya kota tempat tinggalku
ini, tak pernah kutemukan sesuatu yang luar biasa dalam hidupku. Orang-orang
bilang. Jika kau menginginkan sesuatu yang luar biasa terjadi dalam hidupmu,
maka mulailah dari memilih tempat bermukim yang luar biasa. Aku tak memilih
kota ini untuk jadi tempat bermukim. Inilah tempat aku lahir dan dibesarkan.
Dimana kota ini merupakan kota impian bagi mereka yang mengidolakan para
superstar dari negri ginsengku ini. Aku sendiri yang bernotabene adalah
penduduk asli sini sendiri membenci kehidupan para KPOP star. Kehidupan keras
semacam omong kosong yang mereka berikan kepada para trainee sebelum mereka
debut. Ya, setidaknya begitulah yang mereka lakukan terhadap teman-temanku yang
tengah menjalani masa training saat ini.
Mataku menemui sebuah
kerikil yang tepat berada didepan kakiku. Kuhentikan langkahku untuk sekedar
menendang kerikil tak bersalah itu.
“Aw!”
Kulanjutkan langkahku.
Masih dengan kepala tertunduk, tak berminat untuk memerhatikan sekeliling.
Eh. Tunggu. Apa aku
melupakan sesuatu? Bukankah tadi ada sebuah suara mengaduh beberapa saat
setelah kerikil tak berdosa tadi kutendang. Apa kerikil itu mengenai seseorang?
Kudongakkan kepalaku, berharap semoga suara barusan hanya halusinasiku. Tapi
semua itu hanya tinggal harapan..
“Ups”
Dan tebak apa yang
kulihat sekarang? Seorang namja berambut coklat gelap yang senada dengan warna
matanya yang kini menatapku tajam. Menyorotkan seberapa marahnya pemilik mata
itu.
“Ups?”
Baboya. Kenapa aku harus
berurusan dengan namja ini. Padahal ini masih pagi. Aku masih harus sekolah dan
belajar dan pulang dan tidur dan bangun lagi besoknya. Dan yang terpenting
adalah aku masih harus melanjutkan hidupku..
“Mian hehe”
Aku berusaha mencairkan
suasana dingin itu dengan cengiran kecil. Namun apa? Nihil. Namja itu masih
saja mempertahankan tatapan super dinginnya itu.
Eh. Apa yang akan
dilakukannya sekarang? Kenapa berjalan mendekatiku? Kumohon. Aku masih ingin
hidup.. Tuhan selamatkanlah aku dari laki-laki ini..
“Choi Haneul Ba-bo”
TAK
Ia menghentikan
langkahnya sebelum menjentikkan jari tengahnya kedahiku yang tertutup poni. “Appo”
Ringisku lalu mengelus
bagian yang dijentiknya tadi. Benarkah itu sebuah jari? Kenapa rasanya seperti
baru saja dipukul palu? Appeuda.. Saking kerasnya sampai sampai membuatku
pusing seketika. Dan dengan seketika juga kerikil yang tadinya tak berdosa itu
jadi benar-benar berhasil menjadi tersangka. Bisa-bisanya kerikil sekecil itu
membuat hariku berantakan hanya karena membuat namja dihadapanku ini merasa
terusik.
CHU~
Sebuah ciuman mendarat
dipipi kananku. Wajahku serasa terbakar. Aku terdiam sejenak. Mencoba memutar ulang
kejadian barusan. Apa yang baru saja terjadi? Namja itu.. barusan… menciumku? Andwae!
“PARK JIMIN-YAA!!”
Teriakku padanya yang malah tertawa geli
karena reaksiku dan tentu karena wajahku yang sudah merah padam saat ini.
“Mian hehe”
Aish jinjja. Ia
mengolokku dengan mengulang kata-kataku.
“Baboya!”
Bentakku lagi lalu
mengambil ancang-ancang untuk segera menghajarnya. Namja bermarga park itu
bahkan sudah berlari sebelum aku mengambil langkah. Melarikan diri eoh?
“Tunggu aku jimiiin!”
Sial. Aku melupakan
sesuatu yang penting. Hal yang sudah mengganggu moodku dari kemarin sore.
Pergelangan kakiku yang memar karena terjatuh dari tangga menuju lantai dua
dirumahku. Bagaimana bisa aku mengejar lari laki-laki berkaki normal dengan
luka ini?
Jimin menoleh ke belakang
hanya demi mengejek kelambananku. Aih jinjja!
“Payah,kalau larimu
seperti siput begitu sampai kiamatpun kau tak akan bisa mengejarku. Ahaha”
Mwo? Apa katanya? Dia
meremehkan aku yang sudah sampai sabuk hitam ini hah? Tidak akan kumaafkan kau
park jimin!
Ia menghentikan
langkahnya, begitu yakinnya tak akan terkejar olehku. Baiklah kesempatan bagus.
Mau tidak mau aku harus memaksakan kaki sialan ini untuk berlari.
“Omo!”
Aku melihat ekspresi
terkejutnya ketika lariku mendadak cepat dan sudah berjarak hanya beberapa
meter darinya.
Tanpa memperhatikan
sekelilingnya, ia mengambil langkah mundur dan. Omo ada sesuatu dibelakangnya.
“Jimin awaaas!!”
NGEK
Terlambat.
“GUK!”
Babo jimin.
“AAAAAAAAAAAAAAA!!”
Kami berteriak serentak
dan langsung mengambil langkah seribu untuk melarikan diri dari anjing golden
retriever yang terinjak ekornya oleh jimin itu. Tak peduli entah anjing itu
mengejar atau tidak.
“Baboya!”
Umpatnya padaku yang
benar-benar kepayahan menyeret langkahku.
“Baboya?! Ya! Siapa yang
dengan bodohnya menginjak ekor anjing sialan itu hah? Nugu?!”
Balasku tanpa mengurangi
kecepatan lariku.
“Siapa yang mengejarku
sehingga aku menginjak ekor anjing itu hah?”
Bentaknya tak mau kalah.
“Siapa yang menciumku
sampai-sampai membuat aku benar-benar ingin menghajarnya hah?”
Entah kenapa perdebatan
ini jadi seperti flashback kejadian beberapa menit lalu.
“Kau malu kan? Haha
sampai-sampai mukamu jadi merah seperti tomat begitu”
Namja ini..
“Park Jimin ya!”
BRUK
Sial. Kenapa harus
tersandung disaat-saat begini?
“Gwenchanayo haneul-a?”
Tanya namja bermata sipit
itu yang entah tersambar apa tiba-tiba jadi baik dan menghentikan larinya untuk
memastikan keadaanku.
“Hm, gwenchana”
Bohong. Tidak mungkin aku
mengatakan yang sebenarnya pada namja ini. Bisa-bisa dia tertawa dan kembali
mengolokku.
Aku mencoba berdiri
sendiri tanpa menyadari memarku yang bertambah parah.
“Aduh”
Tak berhasil berdiri. Memperlihatkan
kelemahan pada musuh. Lupa kalau ada anjing yang sedang mengejar. Kesalahan
yang sangat fatal. Bodohnya..
“GUK!”
Tamatlah riwayatku.
“Cepat naik”
Namja itu berjongkok dan
membelakangiku. Mengambil posisi untuk menggendongku.
“Aku? Naik? Digendong
olehmu?”
Tanyaku masih dengan
keadaan setengah terhenyak akan tawarannya itu.
“Iya babo. Cepat naik!
Kau tidak mau jadi farises kan karena digigit anjing itu”
Ujarnya asal. Jimin babo.
Bisa-bisanya bicara sesantai itu padahal argumennya sendiri salah.
“Rabies bodoh”
Ucapku setelah mau tak
mau menaiki punggungnya.
“Terserahmulah”
Ia segera memacu
langkahnya setelah menjawab koreksiku pada pernyataan bodohnya itu.
“Jangan jatuhkan aku ne?”
Pintaku memastikan
niatnya. Demi apapun, aku tak akan pernah bisa percaya pada kebaikan namja ini.
Dari dulu, sejak awal mengenalnya sampai sekarang, tak pernah sekalipun
berhenti menjahiliku. Dan setiap ditanya kenapa jawabannya hanya…
‘Hobi. Haha’
“Kau berat sekali.
Terakhir aku menggendongmu rasanya seperti menggendong kapas. Tapi sekarang..”
“Terakhir kau
menggendongku itu waktu TK haish. Itu sudah lama dan manusia tentunya sudah
berkembang. Sekarang sudah 11 tahun berlalu tidak mungkin aku masih seberat
dulu”
“Terserah nyonya besar
yang tau segalanyalah. Yang penting sekarang kau itu berat sekali haneul”
PLAK
“Aw”
Sehari saja tidak berkata
seenaknya bisa tidak? Euh, namja menyebalkan iniii.. tak taukah kalau wanita
itu paling tidak suka disinggung masalah berat badannya?
“Pokoknya jangan bicarakan masalah berat badan!”
“…”
Dan aku memenangkan
perdebatan ini dengan kalimat singkat barusan. Jimin menggerutu, mengoceh tak
jelas pada dirinya sendiri. Hal yang paling sering dilakukannya tiap kali kalah
berdebat denganku.
“Jimin-ah”
“Hm?”
“Berhentilah berlari”
“Wae”
“Anjing itu sudah tak
mengejar lagi”
Ujarku datar padanya
setelah menyadari kalau tak ada lagi anjing yang mengikuti kami.
“Jinjja?”
BRUK
Jatuh. Ia menjatuhkanku.
“JIMIN!”
Bentakku padanya yang tak
menyadari kalau dia baru saja menjatuhkan sesuatu yang tadi digendongnya.
“Kenapa kau duduk dijalan
begitu haneul?”
Grrr.. dia ini pura-pura
bodoh atau memang bodoh sih?
“Kau menjatuhkanku
bodoh!”
Bentakku sambil mengelus
bokongku yang benar-benar sakit karena mencium aspal.
“Oh iya! Aku
menjatuhkanmu ya? Mian. Hehe”
“Park Jimin-ya!”
*END
HANEUL’S POV*
*JIMIN’S POV*
Kuletakkan ransel hitamku itu diatas meja
sebelum duduk dibangku paling belakang di paling kanan dikelas itu. Masih
dengan perasaan kesal aku terus mengutuk kesalahan yeoja yang sudah lebih dulu
mengambil posisi duduk bersebrangan denganku itu. Kesalahannya untuk membuatku
terlambat datang kesekolah karena menggendongnya. Kesalahannya untuk membuatku
duduk dikursi terakhir yang tersisa dikelas. Dan kesalahannya untuk membuatku
duduk disebelahnya.
Choi Haneul.
“Mwoya? Kenapa menatapku
seperti itu hah?”
Ujar yeoja yang baru saja
selesai membenahi tasnya itu setelah menyadari namja yang duduk diseberangnya
ini tengah menatapnya kesal.
“Siapa yang menatapmu?”
Tanyaku mengelak lalu
memalingkan pandanganku keluar jendela.
“Ooh ani. Hanya seorang
namja PENDEK yang hanya bisa menari tarian ala TUPAI TERBANG dan punya otak
MESUM”
“YA!!”
Bentakku pada yeoja yang
baru saja menjelekkan— oh bukan, membuka aibku itu.
“Apa? Aku kan hanya
mengatakan beberapa fakta. Dan itu baru sebagian kecilnya. Oh, apa kau mau aku
tambahkan yang lainnya?”
“Hentikan!”
Bentakku mencegahnya
berbicara lagi.
“Shiro!”
Ia balas membentak.
“Hentikan percakapan kalian berdua sekarang juga dan segera tinggalkan kelas ini. Berdiri dikoridor sampai jam pelajaran ini selesai!”
“Hentikan percakapan kalian berdua sekarang juga dan segera tinggalkan kelas ini. Berdiri dikoridor sampai jam pelajaran ini selesai!”
Sebuah suara selain suara
kami berdua ikut balas membentak. Membuat kami berdua reflex membalas bentakan
itu tanpa berpikir panjang.
“Apa urusanmu?!”
“Choi Haneul! Park
Jimin!”
Ba. Bo. Ya. Entah sejak
kapan wanita yang biasa melempar kapur dari meja guru ini berdiri diantara kami
berdua.
“Tapi bu”
*END
JIMIN’S POV*
*NORMAL POV*
"Sekarang aku harus
dihukum dikoridor ini karena kau. Tadi pagi juga aku terlambat karena harus
menggendongmu. Sungguh sial"
Ujar seorang namja
berambut coklat kelam yang tengah berdiri dengan sebelah kaki disebuah koridor
pada yeoja yang berdiri dengan posisi yang sama disampingnya itu.
"Mwo?! Karena
aku?!"
Bentak yeoja berambut
hitam itu tak terima akan perkataan namja yang benar benar sangat ingin
dibunuhnya saat ini itu.
"Geuraeyo.
Seandainya seorang yeoja babo yang sedang melamun menuju jalan sekolah tidak
menendang kerikil ke kepalaku tadi pagi. Semua ini tak akan terjadi.
Haahh.."
Namja itu mendesah kesal
lalu melirik yeoja yang kini hanya bisa diam disampingnya itu sambil melipat
mukanya. Menatap ke arah lain lalu menggerutu entah atas apa. Sebuah senyuman
miring terpampang dibibir tipis namja itu. Terlintas pikiran jahil dibenaknya
untuk mengusik yeoja disampingnya itu.
"Woaah bidadari dari
surga! Yeppeudaaa"
Dan. Wah! Kebetulan yang
tepat sekali. Ucapannya barusan berhasil mengusik yeoja yang hampir saja
tenggelam dalam rutukannya sendiri itu. Diikutinya arah tatapan namja bermata
sipit itu.
Oh. Min Yoon Hee. Yeoja yang
'katanya' tercantik disekolah itu. Postur tubuhnya selalu berhasil membuat
setiap namja yang dilewatinya terpana. Entahlah, ia bahkan tak tertarik sama
sekali walaupun hanya pada ujung kuku gadis yang kini telah berlalu itu.
"Dia tidak cantik
sama sekali"
Komentar yeoja bermarga
choi itu singkat tanpa memandang lawan bicaranya yang baru saja kecewa karena
wanita yang disebutnya bidadari itu telah menghilang dari pandangannya.
Namja bermata coklat
gelap itu mengalihkan pandangannya. Menatap yeoja dikirinya sinis.
"Paling tidak dia
lebih 'berisi' dibanding yeoja bernama haneul disampingku ini"
Balas namja itu
menekankan kalimatnya pada kata 'berisi'. Mengusik emosi yeoja bernama haneul
itu dan lantas membuatnya menginjak kaki kiri jimin dengan begitu kerasnya
sampai sampai membuat pemiliknya berteriak saking sakitnya.
"Yaaa!! Appo!"
Yeoja itu kini tersenyum
miring. Merasa sedikit puas atas apa yang baru saja dilakukannya. Namun
ternyata ocehan namja berambut coklat itu belum selesai sampai disitu.
"Lagipula apa yang
aku katakan itu benar kok. Dada rata, bokong rata. Kau bahkan tak punya lekukan
pada tubuhmu"
"PARK JIMIN-YAA!!"
***
*HANEUL'S POV*
“Mian ne haenul-a. aku
jadi membuatmu pulang terlambat lagi hari ini”
Yeoja bermata coklat
hazel yang tengah berdiri dihadapanku saat ini membungkuk meminta maaf dariku.
“Gwenchanayo. Tidak perlu
minta maaf begitu. Lagi pula aku yang mengusulkan diri untuk menemanimu tadi
kan? Jadi tidak usah minta maaf ara”
Ia mengangkat kepalanya,
kembali dari posisi membungkuk tadi—tentu saja ia tak akan berhenti membungkuk
sebelum kumaafkan.
“Pokoknya maafkan aku ya.
Terimakasih juga sudah mau duduk menemaniku sampai kau mati kebosanan disini”
“Haha, aku tidak akan
mati semudah itu tau. Baiklah, aku duluan ne?”
Ijinku setelah selesai
membenahi ranselku pada yeoja itu.
“Ne. hati-hati dijalan
ne?”
Ia memiringkan kepalanya
kekanan setelah menyelesaikan kalimatnya barusan. Membuat surai coklatnya
bergerai mengikuti arah kepalanya. Aku tak suka itu. Bukan. Bukanya aku tak
suka itu karena sok imut atau apalah. Itu memang kebiasaan teman anehku yang
satu itu—kebiasaan yang sungguh berlawanan dengan sifatnya yang tidak feminim
sama sekali. Aku benci itu karena..
Yah, apalagi kalau bukan
warnanya. Warna yang sama dengan milik namja menyebalkan bernama jimin. Tiap
kali rambut yeoja itu terhuyung, walaupun hanya sedikit saja. Tiap itu pula aku
kembali teringat akan kebiasaan jimin yang tak pernah berhenti membenahi
rambutnya tiap akan melewati kerumunan—oh maksudku semua wanita yang akan
dilewatinya. Tentu saja itu untuk salah satu hobinya, yaitu ‘flirting dimana
saja, kapan saja, pada siapa saja’. Aku bersumpah pernah melihatnya melakukan
itu saat akan melewati wanita lansia yang akan menyebrang jalan. Dan sialnya
lagi, yeoja-yeoja yang dilewatinya selalu berhasil dibuat menyorakinya seperti
orang gila.
Oke tentu saja hal ini
tidak berlaku untuk wanita lansia itu. Dan inilah yang menjadi alasan kuatku
selama bertahun-tahun untuk tidak berjalan beriringan dengan namja itu. Aku
belum siap bahkan hanya untuk membayangkan bagaimana respon semua orang jika
tau bahwa aku yang notabene adalah murid teladan sekolah ini merupakan teman
sepermainan seorang Park Jimin.
BRUK
Jatuh untuk yang kedua
kalinya pada hari ini. Aku tak ingat bahwa dari tadi aku melamun sehingga
kakiku telah membawaku ketempat yang menurutku nista ini.
Lapangan basket.
Nista? Kenapa? Tentu saja
karena disini tempat berkumpulnya yeoja-yeoja dan mungkin juga namja bodoh yang
rela menghabiskan suara mereka hanya demi menyoraki sekelompok namja yang
berlari-lari tidak jelas hanya untuk memperebutkan bola yang akan dimasukkan
kedalam keranjang—maksudku ring basket yang tak akan pernah bisa berjalan
sampai kiamat nanti. Hal bodoh yang tak berguna sama sekali menurutku. Dan
tentunya namja babo bernama jimin itu juga ada ditengah lapangan itu.
Menggiring bola sambil terus flirting sana sini. Aku heran ia tak pernah jatuh.
Padahal aku selalu mendoakan agar hal itu terjadi.
Kudapati diriku tengah
memperhatikan orang-orang dilapangan itu seusai bangkit dan menepuk pelan rokku
kalau-kalau ada debu yang menempel. Sendiri? Oh tentu saja. Tidak mungkin
manusia yang membuatku terjatuh akan sadar bahwa ia baru saja membuat bokong
seseorang sukses mendarat paksa ditanah, saking cintanya pada tim basket bodoh
itu.
Dan entah kenapa kali ini
kudapati mataku tengah mencari sesuatu. Sayangnya ia tak menemukan apa yang
dicarinya. Dan entah untuk alasan apa mencarinya. Jimin tak ada disana. Tumben
sekali. Apa dia sudah sadar dari hal-hal memalukan yang selama ini
diperbuatnya? Apakan tuhan sudah mengabulkan doaku?
“Sedang apa kau disini?”
Oh. Belum ternyata.
Rambutnya yang basah lengket karena keringat seusai latihan basket itu membuat
aku bergidik menatapnya.
“Apa kau kesini
mencariku? Oh atau sudah sadar bahwa basket itu keren?”
Benar. Aku baru sadar, kenapa
aku mencari anak ini tadi?
“Dalam mimpimu jimin”
Balasku lalu menoyor
kepalanya.
“Lengket sekali. Sebaiknya
kau membersihkan kepalamu dulu sebelum pulang. Aku bertaruh ibumu tak akan
memperbolehkanmu masuk rumah jika melihatmu begini”
Ku usapkan jariku yang
tadi digunakan untuk menoyornya pada rokku. Ibunya memang salah satu wanita
yang gila kebersihan. Jimin memang pernah dikurung diluar rumah sehabis latihan
basket. Dan tentu saja itulah alasannya untuk selalu menumpang mandi dirumahku
tiap pulang latihan basket.
“Arasseo halmeoni”
“Ya! Aku bukan nenekmu!”
“Bicaramu itu seperti
nenek-nenek kau tau?”
Namja ini benar-benar
tidak bisa diberi belas kasihan sama sekali.
“Oh baiklah. Bagaimana
kalau aku bongkar rahasia tentang sesuatu dibalik kasurmu pada ibumu huh?”
Aku mengancamnya berharap
ia akan berhenti mengejekku.
“Bilang saja kalau
berani. Bagaimana kalau aku sebarkan foto memalukanmu dan memasangnya dimading
sekolah?”
Skak mat. Aku benar-benar
lelah menghadapi namja ini.
“Aduh”
Tiba-tiba sebuah suara
halus itu membuyarkan perdebatan kami yang mulai memanas. Dan coba tebak siapa
pemilik suara sialan itu. Ya. Yeoja yang tengah meringis memegangi pergelangan
kakinya yang aku tak tau kenapa bisa jadi seperti itu. Min Yoon Hee.
“Gwenchanayo?”
Mwo? Ada apa dengannya?
Kulihat jimin yang entah sejak kapan telah menghampiri yeoja itu dan
membantunya berdiri. Begitukah? Kau bisa bersikap sibaik itu pada yeoja lain
namun tidak padaku? Oh bagus sekali. Aka benar kau tak menganggapku yeoja sama
sekali huh? Park jimin sialan. Mwo?! Ada apa denganku? Kenapa aku harus sekesal
ini? Ani ani. Sebaiknya aku pulang sebelum melihat hal-hal menyebalkan lainnya.
*END HANEUL’S POV*
***
-TBC-
Yey! kelar deh cepter satu. Maap kalo banyak typo.Typo itu sebagian dari seni loh.
Ottae? Ga bagus? maap :( Bagus? sukurlah :)
Oiya sebenernya ff ini udah selse dari tadi siang tapi baru dipos sekarang karena beberapa dan lain halnya /? juga ini dibagi jadi 2 chapter karna menurut gue kepanjangan kalo dibikin oneshot kata bap/?
Oiya sebenernya ff ini udah selse dari tadi siang tapi baru dipos sekarang karena beberapa dan lain halnya /? juga ini dibagi jadi 2 chapter karna menurut gue kepanjangan kalo dibikin oneshot kata bap/?
sampai jumpa di cepter duaaa *teleportasi pake ojek*

cemungud writing nya '-')9 * walau gua nga suka FF*
BalasHapusmaap baru bales, baru sempet wkwk. makasi udah mampir dan baca. hooh iya makasi cemungud balik eap '-')999
Hapus