Kamis, 13 Februari 2014

Soulmissmate [Chapter 1]



SOULMISSMATE


Written by Jaenimpark


Cast : Park Jimin, Choi Haneul(OC)


Support Cast : Suga, Min Yoon Hee


Genre : Comedy Romance, School Life


Length : Chapter


Rating : PG-15


Notes : This fanfiction is truly mine. This fanfiction is one of my friend’s request project.
NO PLAGIARISM! DONT LIKE? DONT READ!

 -
 
-

-
“Sudah kubilang ini bukan tentang Soulmissmate atau apalah itu. Tapi ini tentang kita. Cobalah untuk mendengarkan aku sesekali”

-

-



Seoul pagi itu masih terlihat seperti biasa. Jalanan yang sudah dipenuhi oleh kendaraan berbagai jenis. Sungai han yang tak diusik sampah seserpihpun. Bunga-bunga yang bermekaran dengan bekas embun yang masih menghinggapi beberapa dedaunan. Semuanya sudah tampak memulai
aktifitasnya secara normal. Normal. Biasa. Dan membosankan. Setidaknya begitulah yang dirasakan seorang namja berambut coklat gelap yang kini tengah menyusuri gang panjang yang berlawanan arah dengan jalan menuju rumahnya itu. Seragamnya tampak tak terpasang rapi. Padahal masih terlalu pagi untuk terburu-buru. Langkahnyapun tak terlihat seperti mengejar sesuatu. Tapi kenapa ia tak merapikan seragamnya terlebih dahulu? Atau mungkin memasang dasinya? Bukankah masih banyak waktu untuk itu? Ia terus menunduk tak memperdulikan sekelilingnya. Menunduk memperhatikan langkahnya, tak berminat untuk memperhatikan hal lain. Bahkan tak memperdulikan dahan yang hampir saja mengenai puncak kepalanya.

TUK

Ia tiba-tiba menghentikan langkahnya. Merasa harus marah pada sesuatu yang baru saja menimpa kepalanya. Membalikkan badannya dan menemukan seseorang yang harus disalahkan atas tertimpanya kepalanya itu. Ia terus memperhatikan yeoja berambut hitam sebahu itu. Namun yeoja itu tetap berjalan menunduk. Merasa sadar akan sesuatu, yeoja itu terhenti dan mengangkat kepalanya untuk memastikan apakah kerikil yang ditendangnya tadi mengenai seseorang?
“Ups”
Ucap yeoja itu setelah menerima tatapan dingin namja berambut coklat yang kini telah berdiri dihadapannya itu.
“Ups?”
Namja itu mengulang ucapan yeoja yang kini menggerutu pada dirinya sendiri. Mengutuk dirinya atas kebodohannya pagi ini.
“Mian hehe”
Cengirannya tetap tak membuat namja itu kehilangan tatapan dinginnya itu. Namja itu malah berjalan mendekati yeoja yang kini bergidik ngeri itu. Membayangkan apa yang akan dilakukan namja itu pada dirinya. Diiringinya langkah namja itu dengan gerakan mundur, menjauh sebisa mungkin.

“Choi Haneul Ba-bo”

TAK

Ia menjentik dahi yeoja yang tertutup poni itu setelah menghentikan langkahnya tepat satu meter didepan yeoja yang lebih pendek darinya itu sampai membuatnya harus menunduk hanya untuk menatap lekat wajah yeoja itu.
“Appo”
Ringis yeoja yang dipanggil haneul oleh namja yang kini tersenyum jahil itu. Haneul mengelus bagian yang terasa sakit olehnya itu. Masih mengumpat pada dirinya sendiri.

CHU~

Sebuah ciuman mendarat dipipi kanan haneul. Wajahnya memerah, bahkan sampai ke telinganya. Terdiam sejenak. Mencoba memutar ulang kejadian barusan diotaknya. Apa yang baru saja terjadi? Namja itu.. menciumnya? Omo!
“PARK JIMIN-YAA!!”
 Teriaknya pada namja yang kini terbahak karena reaksi haneul yang menurutnya menggemaskan itu.
“Mian hehe”
Olok namja yang bernama jimin itu, mengulang perkataan haneul yang sudah benar-benar naik darah saat ini.
“Baboya!”
Teriaknya lagi lalu mengambil ancang-ancang untuk menghajar jimin yang sudah bergegas memburu langkahnya. Melarikan diri dari amukan yeoja yang sudah tak bisa diajak bertoleransi lagi itu.
“Tunggu aku jimiiin!”
Yeoja itu masih saja meneriaki jimin yang sudah hampir tak terkejar lagi itu di tengah larinya yang untuk suatu alasan jadi lamban itu. Sementara yeoja itu kepayahan, jimin terkekeh menertawakan wajahnya yang sudah terlihat benar-benar kepayahan itu. Namja itu terus melihat kebelakang tanpa memperhatikan langkahnya lagi.
“Payah,kalau larimu seperti siput begitu sampai kiamatpun kau tak akan bisa mengejarku. Ahaha”
Jimin menghentikan langkahnya untuk sekedar menertawakan yeoja yang sudah jauh tertinggal dibelakangnya itu. Begitu yakinnya yeoja itu tak akan bisa mencapainya. Ia menyilangkan tangannya, membuat pose seakan tengah menunggu sesuatu.

“Omo”
Entah sejak kapan yeoja itu jadi begitu cepat dan hampir mencapainya. Jimin yang terkejut reflex mengambil langkah mundur dan…
“Jimin awaaas!”


*HANEUL’S POV*
Pagi yang biasa, jalan yang biasa, seragam yang biasa, pemandangan yang biasa dan seoul yang sungguh luar biasa. Entah mengapa, meskipun begitu luar biasanya kota tempat tinggalku ini, tak pernah kutemukan sesuatu yang luar biasa dalam hidupku. Orang-orang bilang. Jika kau menginginkan sesuatu yang luar biasa terjadi dalam hidupmu, maka mulailah dari memilih tempat bermukim yang luar biasa. Aku tak memilih kota ini untuk jadi tempat bermukim. Inilah tempat aku lahir dan dibesarkan. Dimana kota ini merupakan kota impian bagi mereka yang mengidolakan para superstar dari negri ginsengku ini. Aku sendiri yang bernotabene adalah penduduk asli sini sendiri membenci kehidupan para KPOP star. Kehidupan keras semacam omong kosong yang mereka berikan kepada para trainee sebelum mereka debut. Ya, setidaknya begitulah yang mereka lakukan terhadap teman-temanku yang tengah menjalani masa training saat ini.
Mataku menemui sebuah kerikil yang tepat berada didepan kakiku. Kuhentikan langkahku untuk sekedar menendang kerikil tak bersalah itu.
“Aw!”
Kulanjutkan langkahku. Masih dengan kepala tertunduk, tak berminat untuk memerhatikan sekeliling.
Eh. Tunggu. Apa aku melupakan sesuatu? Bukankah tadi ada sebuah suara mengaduh beberapa saat setelah kerikil tak berdosa tadi kutendang. Apa kerikil itu mengenai seseorang? Kudongakkan kepalaku, berharap semoga suara barusan hanya halusinasiku. Tapi semua itu hanya tinggal harapan..
“Ups”
Dan tebak apa yang kulihat sekarang? Seorang namja berambut coklat gelap yang senada dengan warna matanya yang kini menatapku tajam. Menyorotkan seberapa marahnya pemilik mata itu.
“Ups?”
Baboya. Kenapa aku harus berurusan dengan namja ini. Padahal ini masih pagi. Aku masih harus sekolah dan belajar dan pulang dan tidur dan bangun lagi besoknya. Dan yang terpenting adalah aku masih harus melanjutkan hidupku..
“Mian hehe”
Aku berusaha mencairkan suasana dingin itu dengan cengiran kecil. Namun apa? Nihil. Namja itu masih saja mempertahankan tatapan super dinginnya itu.
Eh. Apa yang akan dilakukannya sekarang? Kenapa berjalan mendekatiku? Kumohon. Aku masih ingin hidup.. Tuhan selamatkanlah aku dari laki-laki ini..

“Choi Haneul Ba-bo”

TAK

Ia menghentikan langkahnya sebelum menjentikkan jari tengahnya kedahiku yang tertutup poni. “Appo”
Ringisku lalu mengelus bagian yang dijentiknya tadi. Benarkah itu sebuah jari? Kenapa rasanya seperti baru saja dipukul palu? Appeuda.. Saking kerasnya sampai sampai membuatku pusing seketika. Dan dengan seketika juga kerikil yang tadinya tak berdosa itu jadi benar-benar berhasil menjadi tersangka. Bisa-bisanya kerikil sekecil itu membuat hariku berantakan hanya karena membuat namja dihadapanku ini merasa terusik.

CHU~

Sebuah ciuman mendarat dipipi kananku. Wajahku serasa terbakar. Aku terdiam sejenak. Mencoba memutar ulang kejadian barusan. Apa yang baru saja terjadi? Namja itu.. barusan… menciumku? Andwae!
“PARK JIMIN-YAA!!”
 Teriakku padanya yang malah tertawa geli karena reaksiku dan tentu karena wajahku yang sudah merah padam saat ini.
“Mian hehe”
Aish jinjja. Ia mengolokku dengan mengulang kata-kataku.
“Baboya!”
Bentakku lagi lalu mengambil ancang-ancang untuk segera menghajarnya. Namja bermarga park itu bahkan sudah berlari sebelum aku mengambil langkah. Melarikan diri eoh?
“Tunggu aku jimiiin!”
Sial. Aku melupakan sesuatu yang penting. Hal yang sudah mengganggu moodku dari kemarin sore. Pergelangan kakiku yang memar karena terjatuh dari tangga menuju lantai dua dirumahku. Bagaimana bisa aku mengejar lari laki-laki berkaki normal dengan luka ini?
Jimin menoleh ke belakang hanya demi mengejek kelambananku. Aih jinjja!
“Payah,kalau larimu seperti siput begitu sampai kiamatpun kau tak akan bisa mengejarku. Ahaha”
Mwo? Apa katanya? Dia meremehkan aku yang sudah sampai sabuk hitam ini hah? Tidak akan kumaafkan kau park jimin!

Ia menghentikan langkahnya, begitu yakinnya tak akan terkejar olehku. Baiklah kesempatan bagus. Mau tidak mau aku harus memaksakan kaki sialan ini untuk berlari.

“Omo!”

Aku melihat ekspresi terkejutnya ketika lariku mendadak cepat dan sudah berjarak hanya beberapa meter darinya.
Tanpa memperhatikan sekelilingnya, ia mengambil langkah mundur dan. Omo ada sesuatu dibelakangnya.
“Jimin awaaas!!”

NGEK

Terlambat.
“GUK!”
Babo jimin.
“AAAAAAAAAAAAAAA!!”
Kami berteriak serentak dan langsung mengambil langkah seribu untuk melarikan diri dari anjing golden retriever yang terinjak ekornya oleh jimin itu. Tak peduli entah anjing itu mengejar atau tidak.
“Baboya!”
Umpatnya padaku yang benar-benar kepayahan menyeret langkahku.
“Baboya?! Ya! Siapa yang dengan bodohnya menginjak ekor anjing sialan itu hah? Nugu?!”
Balasku tanpa mengurangi kecepatan lariku.
“Siapa yang mengejarku sehingga aku menginjak ekor anjing itu hah?”
Bentaknya tak mau kalah.
“Siapa yang menciumku sampai-sampai membuat aku benar-benar ingin menghajarnya hah?”
Entah kenapa perdebatan ini jadi seperti flashback kejadian beberapa menit lalu.
“Kau malu kan? Haha sampai-sampai mukamu jadi merah seperti tomat begitu”
Namja ini..
“Park Jimin ya!”

BRUK

Sial. Kenapa harus tersandung disaat-saat begini?
“Gwenchanayo haneul-a?”
Tanya namja bermata sipit itu yang entah tersambar apa tiba-tiba jadi baik dan menghentikan larinya untuk memastikan keadaanku.
“Hm, gwenchana”
Bohong. Tidak mungkin aku mengatakan yang sebenarnya pada namja ini. Bisa-bisa dia tertawa dan kembali mengolokku.
Aku mencoba berdiri sendiri tanpa menyadari memarku yang bertambah parah.
“Aduh”
Tak berhasil berdiri. Memperlihatkan kelemahan pada musuh. Lupa kalau ada anjing yang sedang mengejar. Kesalahan yang sangat fatal. Bodohnya..
“GUK!”
Tamatlah riwayatku.
“Cepat naik”
Namja itu berjongkok dan membelakangiku. Mengambil posisi untuk menggendongku.
“Aku? Naik? Digendong olehmu?”
Tanyaku masih dengan keadaan setengah terhenyak akan tawarannya itu.
“Iya babo. Cepat naik! Kau tidak mau jadi farises kan karena digigit anjing itu”
Ujarnya asal. Jimin babo. Bisa-bisanya bicara sesantai itu padahal argumennya sendiri salah.
“Rabies bodoh”
Ucapku setelah mau tak mau menaiki punggungnya.
“Terserahmulah”
Ia segera memacu langkahnya setelah menjawab koreksiku pada pernyataan bodohnya itu.
“Jangan jatuhkan aku ne?”
Pintaku memastikan niatnya. Demi apapun, aku tak akan pernah bisa percaya pada kebaikan namja ini. Dari dulu, sejak awal mengenalnya sampai sekarang, tak pernah sekalipun berhenti menjahiliku. Dan setiap ditanya kenapa jawabannya hanya…
‘Hobi. Haha’

“Kau berat sekali. Terakhir aku menggendongmu rasanya seperti menggendong kapas. Tapi sekarang..”
“Terakhir kau menggendongku itu waktu TK haish. Itu sudah lama dan manusia tentunya sudah berkembang. Sekarang sudah 11 tahun berlalu tidak mungkin aku masih seberat dulu”
“Terserah nyonya besar yang tau segalanyalah. Yang penting sekarang kau itu berat sekali haneul”
PLAK

“Aw”
Sehari saja tidak berkata seenaknya bisa tidak? Euh, namja menyebalkan iniii.. tak taukah kalau wanita itu paling tidak suka disinggung masalah berat badannya?

“Pokoknya jangan bicarakan masalah berat badan!”
“…”
Dan aku memenangkan perdebatan ini dengan kalimat singkat barusan. Jimin menggerutu, mengoceh tak jelas pada dirinya sendiri. Hal yang paling sering dilakukannya tiap kali kalah berdebat denganku.
“Jimin-ah”
“Hm?”
“Berhentilah berlari”
“Wae”
“Anjing itu sudah tak mengejar lagi”
Ujarku datar padanya setelah menyadari kalau tak ada lagi anjing yang mengikuti kami.
“Jinjja?”

BRUK

Jatuh. Ia menjatuhkanku.
“JIMIN!”
Bentakku padanya yang tak menyadari kalau dia baru saja menjatuhkan sesuatu yang tadi digendongnya.
“Kenapa kau duduk dijalan begitu haneul?”
Grrr.. dia ini pura-pura bodoh atau memang bodoh sih?
“Kau menjatuhkanku bodoh!”
Bentakku sambil mengelus bokongku yang benar-benar sakit karena mencium aspal.
“Oh iya! Aku menjatuhkanmu ya? Mian. Hehe”
“Park Jimin-ya!”
*END HANEUL’S POV*

*JIMIN’S POV*
 Kuletakkan ransel hitamku itu diatas meja sebelum duduk dibangku paling belakang di paling kanan dikelas itu. Masih dengan perasaan kesal aku terus mengutuk kesalahan yeoja yang sudah lebih dulu mengambil posisi duduk bersebrangan denganku itu. Kesalahannya untuk membuatku terlambat datang kesekolah karena menggendongnya. Kesalahannya untuk membuatku duduk dikursi terakhir yang tersisa dikelas. Dan kesalahannya untuk membuatku duduk disebelahnya.
Choi Haneul.
“Mwoya? Kenapa menatapku seperti itu hah?”
Ujar yeoja yang baru saja selesai membenahi tasnya itu setelah menyadari namja yang duduk diseberangnya ini tengah menatapnya kesal.
“Siapa yang menatapmu?”
Tanyaku mengelak lalu memalingkan pandanganku keluar jendela.
“Ooh ani. Hanya seorang namja PENDEK yang hanya bisa menari tarian ala TUPAI TERBANG dan punya otak MESUM”
“YA!!”
Bentakku pada yeoja yang baru saja menjelekkan— oh bukan, membuka aibku itu.
“Apa? Aku kan hanya mengatakan beberapa fakta. Dan itu baru sebagian kecilnya. Oh, apa kau mau aku tambahkan yang lainnya?”
“Hentikan!”
Bentakku mencegahnya berbicara lagi.
“Shiro!”
Ia balas membentak.
“Hentikan percakapan kalian berdua sekarang juga dan segera tinggalkan kelas ini. Berdiri dikoridor sampai jam pelajaran ini selesai!”
Sebuah suara selain suara kami berdua ikut balas membentak. Membuat kami berdua reflex membalas bentakan itu tanpa berpikir panjang.
“Apa urusanmu?!”
“Choi Haneul! Park Jimin!”
Ba. Bo. Ya. Entah sejak kapan wanita yang biasa melempar kapur dari meja guru ini berdiri diantara kami berdua.
“Tapi bu”
*END JIMIN’S POV*

*NORMAL POV*

"Sekarang aku harus dihukum dikoridor ini karena kau. Tadi pagi juga aku terlambat karena harus menggendongmu. Sungguh sial"
Ujar seorang namja berambut coklat kelam yang tengah berdiri dengan sebelah kaki disebuah koridor pada yeoja yang berdiri dengan posisi yang sama disampingnya itu.
"Mwo?! Karena aku?!"
Bentak yeoja berambut hitam itu tak terima akan perkataan namja yang benar benar sangat ingin dibunuhnya saat ini itu.
"Geuraeyo. Seandainya seorang yeoja babo yang sedang melamun menuju jalan sekolah tidak menendang kerikil ke kepalaku tadi pagi. Semua ini tak akan terjadi. Haahh.."
Namja itu mendesah kesal lalu melirik yeoja yang kini hanya bisa diam disampingnya itu sambil melipat mukanya. Menatap ke arah lain lalu menggerutu entah atas apa. Sebuah senyuman miring terpampang dibibir tipis namja itu. Terlintas pikiran jahil dibenaknya untuk mengusik yeoja disampingnya itu.

"Woaah bidadari dari surga! Yeppeudaaa"

Dan. Wah! Kebetulan yang tepat sekali. Ucapannya barusan berhasil mengusik yeoja yang hampir saja tenggelam dalam rutukannya sendiri itu. Diikutinya arah tatapan namja bermata sipit itu.
Oh. Min Yoon Hee. Yeoja yang 'katanya' tercantik disekolah itu. Postur tubuhnya selalu berhasil membuat setiap namja yang dilewatinya terpana. Entahlah, ia bahkan tak tertarik sama sekali walaupun hanya pada ujung kuku gadis yang kini telah berlalu itu.
"Dia tidak cantik sama sekali"
Komentar yeoja bermarga choi itu singkat tanpa memandang lawan bicaranya yang baru saja kecewa karena wanita yang disebutnya bidadari itu telah menghilang dari pandangannya.
Namja bermata coklat gelap itu mengalihkan pandangannya. Menatap yeoja dikirinya sinis.
"Paling tidak dia lebih 'berisi' dibanding yeoja bernama haneul disampingku ini"
Balas namja itu menekankan kalimatnya pada kata 'berisi'. Mengusik emosi yeoja bernama haneul itu dan lantas membuatnya menginjak kaki kiri jimin dengan begitu kerasnya sampai sampai membuat pemiliknya berteriak saking sakitnya.
"Yaaa!! Appo!"
Yeoja itu kini tersenyum miring. Merasa sedikit puas atas apa yang baru saja dilakukannya. Namun ternyata ocehan namja berambut coklat itu belum selesai sampai disitu.
"Lagipula apa yang aku katakan itu benar kok. Dada rata, bokong rata. Kau bahkan tak punya lekukan pada tubuhmu"
"PARK JIMIN-YAA!!"

***
*HANEUL'S POV*
“Mian ne haenul-a. aku jadi membuatmu pulang terlambat lagi hari ini”
Yeoja bermata coklat hazel yang tengah berdiri dihadapanku saat ini membungkuk meminta maaf dariku.
“Gwenchanayo. Tidak perlu minta maaf begitu. Lagi pula aku yang mengusulkan diri untuk menemanimu tadi kan? Jadi tidak usah minta maaf ara”
Ia mengangkat kepalanya, kembali dari posisi membungkuk tadi—tentu saja ia tak akan berhenti membungkuk sebelum kumaafkan.
“Pokoknya maafkan aku ya. Terimakasih juga sudah mau duduk menemaniku sampai kau mati kebosanan disini”
“Haha, aku tidak akan mati semudah itu tau. Baiklah, aku duluan ne?”
Ijinku setelah selesai membenahi ranselku pada yeoja itu.
“Ne. hati-hati dijalan ne?”
Ia memiringkan kepalanya kekanan setelah menyelesaikan kalimatnya barusan. Membuat surai coklatnya bergerai mengikuti arah kepalanya. Aku tak suka itu. Bukan. Bukanya aku tak suka itu karena sok imut atau apalah. Itu memang kebiasaan teman anehku yang satu itu—kebiasaan yang sungguh berlawanan dengan sifatnya yang tidak feminim sama sekali. Aku benci itu karena..
Yah, apalagi kalau bukan warnanya. Warna yang sama dengan milik namja menyebalkan bernama jimin. Tiap kali rambut yeoja itu terhuyung, walaupun hanya sedikit saja. Tiap itu pula aku kembali teringat akan kebiasaan jimin yang tak pernah berhenti membenahi rambutnya tiap akan melewati kerumunan—oh maksudku semua wanita yang akan dilewatinya. Tentu saja itu untuk salah satu hobinya, yaitu ‘flirting dimana saja, kapan saja, pada siapa saja’. Aku bersumpah pernah melihatnya melakukan itu saat akan melewati wanita lansia yang akan menyebrang jalan. Dan sialnya lagi, yeoja-yeoja yang dilewatinya selalu berhasil dibuat menyorakinya seperti orang gila.
Oke tentu saja hal ini tidak berlaku untuk wanita lansia itu. Dan inilah yang menjadi alasan kuatku selama bertahun-tahun untuk tidak berjalan beriringan dengan namja itu. Aku belum siap bahkan hanya untuk membayangkan bagaimana respon semua orang jika tau bahwa aku yang notabene adalah murid teladan sekolah ini merupakan teman sepermainan seorang Park Jimin.

BRUK

Jatuh untuk yang kedua kalinya pada hari ini. Aku tak ingat bahwa dari tadi aku melamun sehingga kakiku telah membawaku ketempat yang menurutku nista ini.
Lapangan basket.
Nista? Kenapa? Tentu saja karena disini tempat berkumpulnya yeoja-yeoja dan mungkin juga namja bodoh yang rela menghabiskan suara mereka hanya demi menyoraki sekelompok namja yang berlari-lari tidak jelas hanya untuk memperebutkan bola yang akan dimasukkan kedalam keranjang—maksudku ring basket yang tak akan pernah bisa berjalan sampai kiamat nanti. Hal bodoh yang tak berguna sama sekali menurutku. Dan tentunya namja babo bernama jimin itu juga ada ditengah lapangan itu. Menggiring bola sambil terus flirting sana sini. Aku heran ia tak pernah jatuh. Padahal aku selalu mendoakan agar hal itu terjadi.

Kudapati diriku tengah memperhatikan orang-orang dilapangan itu seusai bangkit dan menepuk pelan rokku kalau-kalau ada debu yang menempel. Sendiri? Oh tentu saja. Tidak mungkin manusia yang membuatku terjatuh akan sadar bahwa ia baru saja membuat bokong seseorang sukses mendarat paksa ditanah, saking cintanya pada tim basket bodoh itu.
Dan entah kenapa kali ini kudapati mataku tengah mencari sesuatu. Sayangnya ia tak menemukan apa yang dicarinya. Dan entah untuk alasan apa mencarinya. Jimin tak ada disana. Tumben sekali. Apa dia sudah sadar dari hal-hal memalukan yang selama ini diperbuatnya? Apakan tuhan sudah mengabulkan doaku?

“Sedang apa kau disini?”
Oh. Belum ternyata. Rambutnya yang basah lengket karena keringat seusai latihan basket itu membuat aku bergidik menatapnya.
“Apa kau kesini mencariku? Oh atau sudah sadar bahwa basket itu keren?”
Benar. Aku baru sadar, kenapa aku mencari anak ini tadi?
“Dalam mimpimu jimin”
Balasku lalu menoyor kepalanya.
“Lengket sekali. Sebaiknya kau membersihkan kepalamu dulu sebelum pulang. Aku bertaruh ibumu tak akan memperbolehkanmu masuk rumah jika melihatmu begini”
Ku usapkan jariku yang tadi digunakan untuk menoyornya pada rokku. Ibunya memang salah satu wanita yang gila kebersihan. Jimin memang pernah dikurung diluar rumah sehabis latihan basket. Dan tentu saja itulah alasannya untuk selalu menumpang mandi dirumahku tiap pulang latihan basket.
“Arasseo halmeoni”
“Ya! Aku bukan nenekmu!”
“Bicaramu itu seperti nenek-nenek kau tau?”
Namja ini benar-benar tidak bisa diberi belas kasihan sama sekali.
“Oh baiklah. Bagaimana kalau aku bongkar rahasia tentang sesuatu dibalik kasurmu pada ibumu huh?”
Aku mengancamnya berharap ia akan berhenti mengejekku.
“Bilang saja kalau berani. Bagaimana kalau aku sebarkan foto memalukanmu dan memasangnya dimading sekolah?”
Skak mat. Aku benar-benar lelah menghadapi namja ini.
“Aduh”
Tiba-tiba sebuah suara halus itu membuyarkan perdebatan kami yang mulai memanas. Dan coba tebak siapa pemilik suara sialan itu. Ya. Yeoja yang tengah meringis memegangi pergelangan kakinya yang aku tak tau kenapa bisa jadi seperti itu. Min Yoon Hee.
“Gwenchanayo?”
Mwo? Ada apa dengannya? Kulihat jimin yang entah sejak kapan telah menghampiri yeoja itu dan membantunya berdiri. Begitukah? Kau bisa bersikap sibaik itu pada yeoja lain namun tidak padaku? Oh bagus sekali. Aka benar kau tak menganggapku yeoja sama sekali huh? Park jimin sialan. Mwo?! Ada apa denganku? Kenapa aku harus sekesal ini? Ani ani. Sebaiknya aku pulang sebelum melihat hal-hal menyebalkan lainnya.
*END HANEUL’S POV*
***
 -TBC- 



Yey! kelar deh cepter satu. Maap kalo banyak typo.Typo itu sebagian dari seni loh.
Ottae? Ga bagus? maap :( Bagus? sukurlah :)
Oiya sebenernya ff ini udah selse dari tadi siang tapi baru dipos sekarang karena beberapa dan lain halnya /? juga ini dibagi jadi 2 chapter karna menurut gue kepanjangan kalo dibikin oneshot kata bap/?
Thanks for reading eyak. Jangan lupa tinggalkan jejak, titik, koma, emot cium :* /plak.
sampai jumpa di cepter duaaa *teleportasi pake ojek*

2 komentar:

  1. cemungud writing nya '-')9 * walau gua nga suka FF*

    BalasHapus
    Balasan
    1. maap baru bales, baru sempet wkwk. makasi udah mampir dan baca. hooh iya makasi cemungud balik eap '-')999

      Hapus