Kamis, 13 Februari 2014

Soulmissmate [Chapter 2]



SOULMISSMATE


Written by Jaenimpark


 Cast : Park Jimin, Choi Haneul(OC)


Support Cast : Suga, Min Yoon Hee


Genre : Comedy Romance, School Life


Length : Chapter


Rating : PG-15




Notes : This fanfiction is truly mine. This fanfiction is one of my friend’s request project.
NO PLAGIARISM! DONT LIKE? DONT READ!

-

-

-
“Sudah kubilang ini bukan tentang Soulmissmate atau apalah itu. Tapi ini tentang kita. Cobalah untuk mendengarkan aku sesekali”


“Kenapa tadi kau pulang duluan?”

Tanya namja berambut coklat hazel pada seorang yeoja berambut coklat  yang tengah asyik dengan psp ditangannya. Namja itu tak pernah sekalipun melepaskan pandangannya dari yeoja yang masih saja sibuk berguling sana sini diatas kasur putih milik namja itu.
“Kau duluan yang meninggalkan aku demi Nona Min Yoon Hee itu tadi”
Jawabnya tanpa melepas matanya dari psp hitam itu.
“Oh? Jadi balas dendam? Atau kau cemburu karena tak dapat perlakuan yang sama dengannya?”
Yeoja itu bangkit tanpa aba-aba dari posisi berbaringnya. Menatap namja bermata sipit itu tajam dan tentunya dibalas sama oleh namja itu.
“Kau terlalu sering bermimpi sepertinya akhir-akhir ini. Jimin-ah. Kita itu berbeda 180 derajat. Sama halnya dengan langit dan bumi. Kita itu Soul-Miss-Mate. Ingat. Soul.Miss.Mate!”
yeoja itu menyelesaikan kaliamatnya dengan nada ditekankan tiap suku katanya lalu kembali berbaring menyibukkan diri dengan psp ditangannya.
“Soulmissmate? Istilah macam apa itu?”
Tanya namja itu setengah tertawa lalu mengambil posisi berbaring disamping yeoja yang masih saja tak mengindahkan namja itu karena pspnya.
“Ya! Geser sedikit bisa tidak sih?!”
Namja itu kini mulai muak dengan yeoja disampingnya.
“Choi Haneul-ah!”
Teriaknya pada yeoja itu.
“Shiroyeo!”
Balas yeoja itu berteriak tak kalah keras sampai-sampai orang yang berada dilantai bawah terusik oleh teriakannya.
“Park Jimin! Choi Haneul! Cepat turun dan makan malam sebelum kuusir kalian berdua dari rumah ini!”
Sialan. Setidaknya begitulah umpatan hati mereka berdua.
***
Hari ini memang hari yang cocok untuk bermalas-malasan. Apalagi untuk bangun siang. Terlebih lagi untuk mengikatkan diri pada kasur. Bahkan sampai membuat siapapun bersedia untuk menikah dengan kasur hari ini saja. Setidaknya begitulah isi fikiran seorang Choi Haenul pagi ini. Dengan sangat terpaksa ia harus bangun terlalu pagi hari ini karena ibunya yang tak henti-hentinya meneriaki seisi rumah untuk bangun lebih pagi hari ini karena akan ada acara keluarga.
“Eomma tak bisakah aku memakai celana saja kali ini?”
Tanya haneul dengan nada menghiba pada ibunya yang baru saja bersiap keluar dari kamarnya.
“Kita sudah sepakat bahwa tidak ada celana dihari keluarga. Kau tidak boleh membantah Choi Haneul”
Dan beginilah haneul harus berakhir. Ia merasa begitu nista dengan rok yang begitu manis ini. Rok satin berwarna putih dengan pita hitam cantik dipinggangnya. Ia tau ibunya tak mungkin mengizinkannya mengenakan celana dihari penting seperti ini. Tapi apa salahnya memohon? Itu salah satu dari usaha. Tak ada salahnya mencoba. Ia tak tahan lagi untuk memutar matanya. Begitu muaknya menatap rok cantik yang akan dikenakannya itu.
“Kenapa harus ada pertemuan keluarga setiap bulan? Heol”
Eh? Matanya menangkap sesuatu yang mengganjal dari salah satu ruangan dirumah tetangganya yang bergaya klasik itu. Diperhatikannya baik-baik jendela yang tak tertutup tirai itu. Jendela yang tepat berada diseberang kamarnya. Ya. Apalagi kalau bukan kamar jimin. Bukan. Masalahnya bukan pada kamarnya yang terlalu rapi. Ya tentu saja kamar itu akan selalu rapi karena ibu dari si pemilik kamar akan murka jika kamar itu dibiarkan seperti kapal pecah. Masalahnya adalah siapa yang tengah berada dikamar itu. Haneul mengusap-usap matanya tak percaya. Benarkah yang dilihatnya? Atau hanya halusinansi? Oh bukan. Orang itu masih disana. Min Yoon Hee? Apa yang dilakukannya dikamar seorang jimin? Sejak kapan jimin berani membawa yeoja lain selain haneul kekamarnya? Apa dia sudah gila? Atau apa mereka sudah jadian? Tidak mungkin. Tadi malam baru saja ia mengungsi ke kamar namja itu dan tak melihat tanda-tanda sedang kasmaran diwajah mesumnya itu. Tapi. Bisa jadi. Bisa jadi mereka sudah menjadi pasangan setelah kejadian dilapangan basket kemarin. Haneul harap semua yang ada difikirannya adalah salah dan hanya bayangan semata. Tidak. Tidak. Apapun yang terjadi ia tak akan rela yeoja sialan itu yang jadi yeoja chingu seorang jimin. Apa? Apa yang baru saja difikirkannya?
“Haneul-a cepatlah. Semuanya sudah menunggumu dibawah”
“Ne eomma!”
Oh sial. Waktu yang benar-benar tidak tepat.
***
*JIMIN’S POV*
Pelajaran hari ini benar-benar membuat kepalaku bekerja lebih keras dari biasanya. Bukan. Bukan karena sulit untuk dimengerti. Tapi karena Suga hyung yang memaksaku untuk menemaninya latihan dance hingga larut malam. Ditambah lagi adiknya yang ternyata adalah Min Yoon Hee itu memaksa untuk ikut dan berceloteh tentang hal-hal tak penting padaku. Mengurangi waktu tidurku. Membuat otakku malas berfikir yang berat-berat. Tapi syukurlah tak membuat kantung hitam dibawah mataku. Angin semilir yang masuk dari celah jendela kelas yang sedikit terbuka itu membuat tidurku dijam istirahat ini makin nyenyak. Setidaknya aku harus menghargai waktu yang sedikit ini dengan tidur nyenyak sampai waktunya habis. Yah. Setidaknya itu bisa disebut menghargai.

“WOA! Tidak mungkin! Haneul-a! pesawatnya mendarat dimeja jimin! Ya! Bagai mana mungkin!”
Brengsek.
“Ige mwoya?!”
Suara berisik yeoja-yeoja dikelasku yang entah sedang apa itu membangunkanku dari tidurku yang berharga ini. Sebuah pesawat yang terbuat dari kertas yang disobek entah dari  buku siapa itu mendarat dikepalaku.
“Aish. Jangan galak begitu jimin. Padahal kan kami hanya main”
Tapi sayangnya yang kalian sebut hanya bermain itu telah mengusik manusia yang butuh tidur ini.
“Woaaah berarti kau berjodoh dengan namja galak ini haneul”
“Iya benar. Malang sekali nasibmu haneul”
Mwo? Jodoh? Namja galak? Malang? Haneul? Ada apa ini?
“Haha kalian ini bicara apa. Inikan hanya sebuah permainan. Lagi pula bagaimana mungkin aku bisa berjodoh dengan dia. Kami berdua kan Soulmissmate. Takdirnya sudah ditentukan tak mungkin bersama”
Ha. Bagaimana mungkin kalimat seorang choi haneul yang tak pernah serius itu terasa bagaikan menohok dadaku hingga sakit sepeti ini?
“Benarkan jimin?”
Tanyanya sambil tersenyum ringan padaku yang masih saja bingung dengan perasaan sakit ini. Ternyata lebih sakit dari yang dibayangkan. Ditolak sebelum menyatakan cinta haha.
Aku beranjak dari kelas. Tak mengindahkan yeoja-yeoja yang kini masih saja berisik seperti kerumunan lebah itu.
“Kau mau kemana jimin?”
Tanya haneul setengah berteriak. Takut aku tak mendengarnya.
“Ruang kesehatan. Aku tidak enak badan”
***
“Jadi begitu? Aku mengerti perasaanmu. Tapi tidak baik untuk seorang laki-laki bersedih begini”
Ujar suga hyung setelah mendengar apa yang baru saja kualami dikelas tadi. Ia menepuk punggungku pelan. Entah untuk apa ia melakukannya.
“Jadi apa  yang harus aku lakukan?”
Suga hyung mengubah posenya seperti tengah berpikir keras.
“Hng?”
Matanya menjadi cerah seketika setelah sepertinya mendapat sebuah ide. Ia bergeser mendekatiku bersiap membisikkan sesuatu.
“Bagaimana kalau begini”
“…..”
“….”
“Hm?”
“Ottae?”
“Baiklah”
*END JIMIN’S POV*
***
*HANEUL’S POV*
Seingatku beberapa waktu lalu koridor ini masih sepi tanpa seorangpun yang melewatinya. Tapi kenapa sekarang jadi dipenuhi sana sini? Apa mungkin tidur siangku diperpustakaan membuatku lupa waktu? Jangan bilang kalau sekarang sudah jam pulang. Sehebat itukah aku bisa tidur begitu pulasnya diperpustakaan sekolah sampai jam pelajaran berakhir?

BRUK

“Aduh”
Sepertinya aku harus menghentikan kebiasaan untuk terlalu mudah jatuh karena menabrak sesuatu ini. Sudah berapa kali aku terjatuh karena hal yang sama dalam seminggu belakangan? Satu, dua, tiga? Hm? Mungkin juga empat?
“Kau bisa berdiri?”
Sebuah suara familiar terdengar tengah mengajukan pertanyaan pada seseorang. Yang kutau orang itu bukan aku. Aku mendongakkan kepalaku untuk memastikan si pemilik suara.
Mwo…ra...go?!
Park Jimin? Apa benar dia yang tengah membantu yeoja yang membuatku terjatuh itu? Min Yoon Hee? Apa yang mereka lakukan? Lebih tepatnya. Apa yang jimin lakukan?! Kenapa dia harus membantu yeoja itu? Kenapa dia tak mementingkan sahabat kecilnya ini? Oh dan bagaimana bisa kebetulan ini terjadi? Atau. Jangan bilang mereka memang tengah berjalan bersama.
“Mianhae haenul-ssi. Aku tak memerhatikan jalan”
Yeoja berambut maroon itu membungkukkan badannya padaku yang masih malas untuk berdiri. Kepalaku tengah dirasuki berbagai pertanyaan rumit dan khayalan-khayalan mengerikan saat ini.
“Gwenchanayo”
Bukan. Bukan ini yang seharusnya aku lakukan. Bukannya berdiri sendiri dan meninggalkan mereka berdua setelah memaafkan yeoja itu bukan. Seharusnya aku berbalik dan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi pada namja yang berdiri mematung disana. Persis disisi yeoja sialan itu. Tengah menggandeng tangannya.
Tunggu.
Menggandeng?!
***
“Sudahlah haneul-a. Kau tak usah memaksakan diri. Biar aku yang mengerjakan sisanya. Kau kelihatan kurang sehat. Aku antar pulang ne?”
Ujar yeoja berwajah tenang itu menawarkan.
“Ani. Aku bisa pulang sendiri. Maaf merepotkan”
Aku menjawab seadanya dengan nada lesu yang terdengar seperti orang yang tak makan sejak tiga hari lalu.
“Gwenchanayo. Hati-hati dijalan ne?”
“Ne”

Sulit sekali rasanya menggerakkan kakiku untuk beranjak dari sekolah ini. Seluruh tubuhku merasakan nyeri yang berasal dari bagian yang disebut orang-orang sebagai bagian vital dari perasaan. Ya. Hati. Rasa nyeri yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Perasaan menusuk yang tak pernah terbayangkan selama ini olehku yang selalu berusaha bersikap apatis terhadap seluruh hal yang menyangkut perasaan ini. Aku bersumpah rasa sakit ini lebih sakit dibandingkan dengan ditusuk dengan belati sungguhan. Dan entah kenapa jalan kerumah jadi terasa begitu panjang. Atau mungkin korea sudah mulai meluas? Atau aku yang bertambah kecil? Kenapa semua yang kulewati terasa mengejekku? Menekanku tanpa kata-kata maupun ekspresi. Padahal aku hanya membawa 3 buku hari ini. Kenapa rasanya seperti sedang menopang berat bumi ini? Atau beginikah yang namanya putus cinta? Oh apa yang aku pikirkan? Fikiranku mulai kacau. Apa sudah saatnya reparasi otak?

TOK TOK
“Eomma”
Tak lama menunggu ketukanku terjawab, seseorang dibalik pintu membuka kenopnya. Pintu itu terbuka dan menampilkan seorang yeoja paruh baya seumuran ibuku dengan celemek merah muda tengah keheranan menatapku saat ini.
“Haneul-a?”
“Eommonim?!”
“Eoh? Kenapa ekspresimu seperti tengah melihat hantu begitu? Mana jimin?”
“Eh, aniyo. Jimin? Aku juga baru saja akan menanyakan itu eommonim, hehe”
Jawabku asal-asalan dengan setengah kesadaran yang masih bertahan ditubuhku.
“Dia tak bersamamu? Lalu dimana dia? Omo! Apa jangan-jangan dia sedang bersama yeoja chinggu-nya?”
“Yeoja.. chinggu?”
“Aigoo aku ini bicara apa sih, lupakan saja yang barusan haneul. Ngomong-ngomong ada apa denganmu? Kau terlihat pucat. Kau sakit? Aku antar kerumahmu ya?”
“Gwenchanayo eommonim. Aku bisa sendiri”

BRUK

Gelap sekali. Aku lelah. Saking lelahnya sampai-sampai aku rela ditelan bumi bulat-bulat saat ini juga.
*END HAENUL’S POV*
***
*JIMIN’S POV*
“Dia tiba-tiba pingsan lalu ibu membawanya kerumahnya. Ternyata setelah diperiksa dokter penyakit maagnya kambuh. Kau tau dia punya penyakit itu? Ibunya bahkan baru tau tadi. Dia belum makan sama sekali dari pagi. Ada apa dengannya? Apa terjadi sesuatu disekolah?”
Ibuku tak henti-hentinya membuat jantungku bekerja lebih cepat sejak aku pulang dari tempat latihan dance tadi.
“Jinjja? Aku tak tau itu. ia tak pernah terlihat sakit selama ini. Dan sepertinya dia tak punya masalah”
Maafkan kebohonganku ini ibu. Tidak mungkin bukan, aku mengatakan bahwa dia mungkin saja terlalu banyak fikiran karena aku. Ibu bisa-bisa menggantungku saat ini juga.
“Oh arasseo. Yasudah setelah selesai makan kau jenguk dia ke kamarnya ne?”
HEEE?!!
***
“Aku baik-baik saja. Pulanglah”
Haneul yang tengah menutupi dirinya dengan selimut biru itu masih bersikeras tak ingin memperlihatkan wajahnya padaku meskipun sudah dipaksa berkali-kali.
“Sudah kubilang aku tak akan pulang sampai kau ceritakan masalah yang membuatmu jadi begini”
Ia mendesis kesal.
“Aku tak punya masalah apa-apa. Hanya terlalu sibuk karena membantu tugas osis temanku. Aku lupa makan karena tidak lapar. Akupun juga baru tau kalau aku punya penyakit mag kronis. Sekian”
Ia menjelaskan dengan tetap tanpa menyingkap selimutnya.
“Perlihatkan wajahmu”
“Shi?ro!”
Aku menarik selimut itu dengan paksa. Wajah memberengutnya yang sudah tak pernah kulihat akhir-akhir ini itu muncul dari balik selimut.
“Kau marah padaku?”
“Kalau sudah tau jawabannya untuk apa bertanya. Babo”
Ia bangkit lalu melakukan peregangan, sendinya pasti sedikit kaku karena tidur yang cukup lama.
“Mian”
Hening yang cukup panjang setelah aku mengeluarkan kata itu. Tak ada yang tau harus melanjutkan pembicaraan dengan kalimat apa diantara kami berdua.
“Untuk apa?”
Tanya haneul setelah hening semenit lalu.
“Untuk aku yang meminta bantuan yoonhee untuk membuatmu cemburu atau semacamnya?”
Jawabku ragu.
“Mwo?”
“……”
“Ahahahahaha! Jadi kau melakukan itu? babo hahaha. Untuk apa membuatku cemburu? Hah? Aku marah karena kau lebih memilih untuk menolong yoonhee dan tak memperdulikan aku. Itu saja”
Ia menertawakan pernyataanku barusan.
“Itu saja? Tak ada yang lain?”
“Oh iya. Masih ada. Sejak kapan kau berani membawa yeoja lain kekamarmu? Kau merasa sudah besar hah?”
Yeoja? Kapan aku pernah membawa yeoja selain haneul kekamarku?
“Jangan pura-pura lupa. Hari minggu lalu kau membawa yoonhee kekamarmu. Apa yang kalian lakukan berduaan dikamar?”
Pertanyaannya mulai terdengar serius dan menekan.
“Hari minggu? Yoonhee? Oh, jangan bilang kau hanya mengintip sekilas dari jendela kamarmu yang tidak akurat ini”
Terka-ku lalu menunjuk jendela kamarnya yang bertiraikan satin putih.
“Tentu saja. Tidak mungkin aku menumpang ke kamar adikku hanya untuk mengintip kalian yang tengah berduaan. Bisa-bisa aku melihat adegan yang akan merusak kesucianku”

BUK

“Appo!”
Ia mengaduh setelah kulempar dengan bantal yang berada paling dekat denganku itu.
“Kau pikir aku sudi melakukan hal-hal yang kau maksud itu dengan yeoja itu hah? Ia datang kerumahku bersama suga hyung. Ia memaksa ikut. Karena tidak tega suga hyung terpaksa membawanya. Bukannya sudah pernah kukatakan padamu. Aku tak punya hubungan sama sekali dengan yeoja itu. Aku mengenalnya hanya karena suga hyung. Tidak lebih”
“……”
“Kenapa diam saja?”
Ia menopang dagunya dengan bantal yang tadinya kulemparkan padanya.
“Bukannya aku tak menanyakan hal-hal yang kau jawab barusan?”
Tanyanya polos. Aku mendesah kesal. Bisakah yeoja ini sesekali tak merusak suasana saat sedang serius begini dengan berlagak sok polos?
“Sudahlah. Aku pulang dulu. Sudah larut. Jangan lupa makan. Besok pagi aku jemput. Jangan pergi duluan”
“Bukannya yang selalu berangkat lebih pagi itu kau park jimin?”
“Tidak usah menginterupsi”

KLAP

*END JIMIN’S POV*
***
*HANEUL’S POV*
“Jadi. Ceritakan padaku”
Yeoja yang baru saja datang dan meletakkan ransel navi bluenya diatas meja yang berada tepat diseberangku itu memerintahkan hal yang tidak jelas.
“Soal apa?”
Tanyaku bingung.
“Soal orang yang berangkat bersamamu pagi ini”
Oh. Jimin.
“Tidak terjadi apa-apa diantara kami. Tadi pagi kebetulan aku bertemu dengannya dijalan seperti biasa dan kami berjalan bersama sampai sekolah. Ada yang salah?”
Jelasku padanya yang memutar bola matanya karena ucapanku barusan.
“Ini bukan seperti kebetulan biasa. Kau berjalan berdampingan dengannya kali ini. Biasanya kalian akan berjalan dengan jimin didepan dank au yang mengikuti seperti pelayan dibelakang. Dan tambahan, aku mendengar pembicaraan kalian dari murid kelas lain”
Matilah aku. Bagaimana mungkin orang-orang begitu berminat memperhatikan kami. Bukankah selama ini memang hal yang biasa jika aku berangkat bersama dengan jimin? Bukankah hal yang sangat biasa jika aku dan jimin membicarakan sesuatu yang notabene adalah berdebat mengenai hal-hal tak penting? Lalu kenapa sekarang semua itu jadi hal yang jadi bahan pembicaraan yeoja-yeoja in— sial. Aku lupa jimin punya banyak fans tidak pentingnya di klub basket.
“Pembicaraan? Tentang apa?”
“Oh ayolah Choi Haneul. ‘Jangan pulang duluan. Aku akan mengantarmu pulang nanti. Jangan lupa makan. Kalau kau sakit hidupku tak akan selamat. Arasseo?’ Sekian”
Seakurat itukah mereka menguping? Atau jangan-jangan mereka menempeli jimin semacam alat penyadap? Jangan bilang dia punya fans yang identitas aslinya adalah intel FBI
“Oh itu. bukankah itu hanya pembicaraan biasa? Ayolah, karena kemarin aku pingsan karena mag kronisku, jadi ibu jimin menyuruhnya untuk menjagaku. Kenapa hidupnya tak akan selamat? Yah karena ibunya akan menggantungnya jika tau aku tak selamat sampai rumah. Sekian”
Tatapan tajam ara berubah jadi tatapan-oh-jadi-begitu.
“Baiklah kali ini aku percaya. Tapi kalau sampai aku mencium sesuatu yang mencurigakan dari kalian berdua. Hidupmu tak akan tenang sampai kau memberitahukan yang sebenarnya padaku. Baiklah, aku kekelasku dulu. Annyeong”
Aku menghembuskan nafas lega setelah yeoja bersurai coklat itu benar-benar meninggalkan kelasku. Berbohong itu buruk. Tapi apa salahnya jika demi masa depanmu?
***
“Ada apa dengan yeoja ini hah? Kenapa tiba-tiba dia mengundang kita semua? Oh jinjja. Aku benci dia”
Seulmin tengah merutuki kertas bercorak hati ditangannya itu. sepertinya suasana langit cerah pada jam istirahat ini tak senada dengan suasana hatinya setelah membaca undangan itu.
“Kalau kau membencinya yasudah tidak usah datang. Toh undangan pesta ulang tahun seorang Min Yoon Hee juga bukan sebuah kewajiban”
Sela-ku dengan tanpa mengalihkan pandangan dari ponsel hitamku.
“Tidak pergi? Apa kau bercanda? Jika aku pergi tentu aku bisa melihat suga oppa”
Ia tersenyum senyum sendiri atas kata-katanya barusan.
“Heol. Aku tak mengerti dimana letak ketampanan kapten basket yang satu itu”
“Kau sendiri bagaimana? Pergi?”
Sela ara ditengah pernyataan tak pentingku.
“Nan? Entahlah. Aku akan pergi jika jimin pergi”
“Jimin?”
Semuanya serentak kaget mendengar pernyataanku.
“Hey kalian lupa aku tak akan diizinkan pergi kemanapun jika tanpa jimin oleh ibuku?”
Mereka kembali keposisi semula setelah terkaget dan reflex menatap lekat-lekat padaku tadi.
“Aku sempat lupa. Baiklah aku akan pergi jika kalian semua pergi”
“Baiklah kalau begitu sudah diputuskan kita semua pergi!”
*END HAENUL’S POV*
***
Ruangan besar disebuah gedung itu dipenuhi gemerlap lampu berwarna-warni. Tiap sudut ruangan tersusun rapi meja-meja lengkap dengan hidangannya. Tak lupa dengan sebuah kue berukuran raksasa dengan ukiran ‘Saengil Chukka Hamhida Yoonhee’ disekelilingnya berdiri ditengah ruangan itu. hadirin yang menghadiri acara yang sepertinya merupakan pesta ulang tahun inipun tak bisa dikatakan sedikit. Untung saja ruangan ini sungguh besar hingga tak membuat orang-orang sesak didalamnya. Tapi seramai apapun itu. bagi seorang Choi Haneul semua ini benar-benar membuatnya merasa kesal. Bagaimana tidak. Sudah setengah jam ia mengelilingi ruangan besar itu, tapi ia masih tak bisa menemukan namja bertuxedo hitam polos diantara kerumunan namja yang juga berpakaian serupa dengannya. Bodohnya ia bisa-bisanya mengalihkan pandangan dari seorang park jimin ditengah lautan orang-orang yang tengah menikmati pesta yang jauh dari kata sederhana ini. Ia bersumpah jika lima menit lagi jimin tak muncul dihadapannya, ia akan pulang dan membiarkan ibunya tau kalau jimin meninggalkannya dan menghukum jimin sampai mati. Ia tak peduli lagi. Benar benar tak peduli. Untuk apa ia memperdulikan namja yang juga tak memperdulikannya.

PATS

Tiba tiba seluruh lampu diruangan itu berhenti menyala dan menyisakan cahaya ditengah ruangan. Lampu itu mengarahkan sorotannya pada seorang namja tampan bertuxedo hitam dengan tatapan charmingnya, menyembunyikan tangan kanannya yang tengah menggenggam sesuatu dibalik punggungnya. Ia berjalan menuju seorang yeoja bergaun merah muda lembut yang tengah mematung ditempatnya. Yeoja itu tersadar ketika namja itu telah sampai ditempatnya dan menyerahkan benda yang sedari tadi disembunyikannya.
“Omo! Bunga mawar? Untukku? Darimu?”
Ia terkagum melihat sebuket mawar merah yang digenggam namja itu.
“Saengil chukkae ne? Yoonhee”
Namja itu tersenyum dan lantas membuat seisi ruangan yang tadinya ikut hening bersorak atas perlakuan romantisnya itu.
“Gomawo jimin-a”
Ucap yeoja yang dipanggil yoonhee itu pada namja bermarga park itu. seketika itu juga lampu kembali menyala dan sorak sorai para undangan kembali memenuhi ruangan. Lantas apakah seisi ruangan ikut gembira dengan itu? bukankah ada sebuah hati yang tersakiti? Atau hati itu sudah lupa akan rasa sakit? Atau mungkin juga saking sakitnya hati itu sampai sampai ia tak bisa lagi merasakan apa-apa. Termasuk dunia ini.
“Mereka berdua benar-benar cocok. Andaikan aku berada diposisi yoonhee”
“Teruslah bermimpi haha”
“Ternyata gosip tentang jimin dan yeoja yang bernama haenul itu bohongan ya”
“Iya. Tentu saja bohongan. Mereka berduakan soulmissmate. Bagaimana mungkin jadi pasangan. Haha”
“Iya kau benar. Jimin lebih cocok jika bersanding dengan yoonhee dibanding dengannya”
“Yang namanya soulmissmate selamanya tetap akan jadi soulmissmate bukan?”
“Hahahaha”
DEG

Kenapa? Kenapa hatinya begitu sakit mendengar itu semua? Bukankah benar yang dikatakan mereka. Ya. Semuanya benar. Ia dan jimin memang soulmissmate. Dan tentu ia bukan gadis yang pantas menjadi pasangan jimin. Ia tak sesempurna yoonhee. Ia tak menarik sama sekali. Itu semua benar. Tak seharusnya ia merasa sakit akan kata-kata orang-orang itu barusan. Jadi apa yang membuatnya begitu lemah? Seluruh sendinya nyeri. Rasanya benar-benar tak sanggup untuk berdiri. Sakit yang dirasakannya saat ini lebih dari pada sakit yang diterimanya beberapa hari lalu. Bukan rasa sakit yang bisa dibuat-buat. Rasa sakit yang benar-benar menusuk sampai ke pangkal sarafmu.
“Kenapa kau tak bisa melakukan hal seperti itu untukku?”
***
“Chogiyo. Apa kau melihat haneul?”
“Choi haneul? Pasangan soulmissmatemu itu?”
“Nde?”
Jimin tak habis pikir pada tiap orang yang ditanyainya sedari tadi. Sejak sepuluh menit lalu ia mencari keberadaan seorang haneul. Ia sudah mencoba menghubungi ponselnya namun tak ada jawaban. Tak ada jawaban, tidak diangkat, direject, atau semacamnya.
“Jimin-a, temannya bilang haneul pulang duluan tadi, mereka tak menanyakan alasannya karena haneul terlihat sangat lesu, jadi mereka membiarkannya”
“Pulang?! Ada apa dengannya? Ia tak mengabariku sama sekali”
“Mollayo. Mungkin dia belum jauh”
“Baiklah hyung, aku akan mengejarnya. Aku pamit ne”
“Ne!”
Syukurlah suga benar-benar membuat jimin tertolong disaat ia tak lagi bisa menggunakan akal sehatnya saat ini. Apapun yang terjadi. Ia harus menemukan haneul secepatnya dan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Tidak. Ia tak peduli dengan hukuman yang menantinya dirumah nanti. Yang terpenting sekarang adalah haneul tak boleh salah paham lebih lama.
***
Semilir angin malam mini begitu menusuk. Namun tak ada apa-apanya disbanding hatinya yang tengah begitu sakit. Udara dingin tak mempengaruhi jatuhnya air matanya itu. tak aka nada yang melihatnya ditengah kegelapan malam ini. Terus berada ditengah ruangan tadi bukan pilihan yang tepat. Tempat ini benar-benar pilihan yang tepat untuk melarikan diri. Melarikan diri dari dunia yang kejam ini. Yang membuatnya benar-benar bingung saat ini adalah untuk apa ia menangisi hal yang tak dimengertinya? Untuk apa air mata ini mengalir? Untuk apa rasa ngilu dihatinya terus bersarang? Untuk apa ia melarikan diri? Untuk apa ia membenci cinta? Padahal ia sendiri tak mengerti apa cinta itu sebenarnya.
“Choi Haneul! Aku sudah mencarimu dari tadi ternyata benar kau disini”
Suara familiar itu membuat haneul tersentak. Ia menghapus air matanya sekali usapan dan menahan isakannya kuat-kuat.
“Apa yang kau lakukan disini?”
Namja itu bertanya dengan nafas terengah-engah. Haneul yang tak tau harus membalas apa hanya bisa mematung ditempatnya. Namja itu memutuskan untuk berjalan mendekati haneul dan berhenti dihadapannya.
“Kenapa tidak menjawab?”
Tanya namja itu pada haneul yang menatapnya kosong.
“Haneul-a?”
“Wae?”
Akhirnya ia bersuara setelah sekian pertanyaan tak terjawab.
“Kenapa kau kemari? Kenapa tak bilang padaku kalau kau pergi duluan? Kenapa—“
“Kenapa aku harus menjawabnya?”
Ia bertanya balik memotong pertanyaan jimin yang terdiam seketika.
“Karna…”
“Kau sendiri kenapa tiba-tiba menghilang dan meninggalkan aku sendiri? Kenapa juga kau tiba tiba muncul dengan bunga ditanganmu dan menyerahkannya pada yoonhee? Kenapa kau harus memberikan bunga itu pada yoonhee bukan padaku? Kenapa aku harus merasa sakit saat melihat adegan bodohmu dengan yeoja itu? kenapa—“

GREB

“Menangislah”
Jimin menghentikan pertanyaan-pertanyaan haneul yang tak sempat dijawabnya dengan memeluknya. Gadis itu terdiam, ia merasa pertahanannya roboh seketika. Isakannya yang sedari tadi ditahan keluar lagi beserta air matanya yang masih belum bosan mengalir.
“Mian. Aku bodoh sekali. Seharusnya aku tau aku tak pantas bersamamu. Lagi pula kita kan Soulmissmate. Kenapa harus bersama? Haha. Aku pulang dulu ne?”
Haneul melepaskan diri dari jimin dan berbalik beranjak dari tempatnya.

“Sudah kubilang ini bukan tentang Soulmissmate atau apalah itu. Tapi ini tentang kita. Cobalah untuk mendengarkan aku sesekali”
Kata-kata itu mengalir tiba-tiba dari bibir namja bermata sipit itu. bentakannya berhasil membuat haneul membatu.
“Kau tau berapa kali aku harus sakit tiap kali kau mengatakan kata Soulmissmate itu? Tiap kali kau bilang ‘Kita ini soulmissmate, tidak mungkin bersama’ Ditambah lagi kau mengatakannya dengan sangat santai dan tersenyum. Apa kau tak tau kata-kata yang menurutmu biasa itu bisa melukai hati seorang namja?”
“Jadi apa yang kau sebut dengan bermesraan dengan yeoja lain dihadapanku itu? memberikannya sebuket bunga. Menolongnya untuk berdiri. Menggandeng tangannya tiap kali berjalan. Berbicara dengan nada lembut padanya”
“Bermesraan? Oh. Aku melakukan itu demi suga hyung. Itu semua terpaksa. Suga hyung tau kalau adiknya begitu menyukaiku dan lalu meminta bantuan untuk member kejutan untuk dongsaeng kesayangannya itu”
“Jadi apa sekarang kau merasa bangga atas yoonhee yang mentyukaimu itu?”
“Apa aku pernah mengizinkamu untuk menginterupsiku? Untuk sikapku yang tak bisa manis terhadapmu itu. Untuk apa aku bersikap sok manis kepadamu? Sedangkan sifat asliku bukan seperti itu. Berarti sama saja dengan berbohong jika aku bersikap manis padamu. Aku akan menjadi jimin yang sebenarnya dihadapan orang-orang yang aku sayang. Hanya kau yang tau segalanya tentangku. Apa aku pernah bersikap seperti dihadapanmu pada orang lain? Apa aku pernah member perhatian lebih pada orang lain dari padamu? Apa aku pernah mengabaikanmu sedetik saja? Apa kau bisa membaca pikiranku? Jika memang kau bisa membacanya, pikiranku tak akan pernah bersih sedikitpun darimu. Apa kau tau itu semua?”
“Aku membencimu”
“Aku lebih membencimu”
“Kau jahat padaku”
“Kau juga”
“Aku benci padamu setengah mati!”
“Aku cinta padamu seumur hidupku”
“………”
“Wae?”
“kau bisa mendekat sebentar?”
Tanya haneul pada jimin yang penasaran setengah mati. Ia member aba aba untuk membisikkan sesuatu pada jimin. Dan dengan patuhnya jimin menunduk dan mendekatkan telinganya.
“PARK JIMIN SARANGHAE!!”
Haneul langsung memburu langkahnya setelah meneriaki jimin tepat ditelinganya.
“YAA CHOI HANEUL!! BERHENTI KAU”
“SHIROYO!! WEE”

Ini bukan tentang soulmissmate atau apalah itu.
Tapi ini tentang kita.
Bukan begitu?

END






Yeeey! selse juga akirnya. udah selse kan? belom? udah ih. Pasti typonya tambah banyak ya wkwk.
Jadi gimana hubungan kita? EH maksudnya jadi gimana ffnya? komen yak.
Thanks for reading. Jangan lupa tinggalkan jejak, titik, koma, emot ketawa nangis /salah
baiklah sekian ciap ciap gue. Sampai jumpa dilain waktu beib :* 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar