SOULMISSMATE
Written by Jaenimpark
Cast : Park Jimin,
Choi Haneul(OC)
Support Cast : Suga,
Min Yoon Hee
Genre : Comedy
Romance, School Life
Length : Chapter
Rating : PG-15
Notes : This
fanfiction is truly mine. This fanfiction is one of my friend’s request
project.
NO PLAGIARISM! DONT LIKE? DONT READ!
NO PLAGIARISM! DONT LIKE? DONT READ!
-
-
-
“Sudah kubilang ini bukan tentang Soulmissmate atau apalah itu. Tapi
ini tentang kita. Cobalah untuk mendengarkan aku sesekali”
Tanya namja berambut coklat hazel pada seorang yeoja
berambut coklat yang tengah asyik dengan
psp ditangannya. Namja itu tak pernah sekalipun melepaskan pandangannya dari
yeoja yang masih saja sibuk berguling sana sini diatas kasur putih milik namja
itu.
“Kau duluan yang meninggalkan aku demi Nona Min Yoon Hee itu
tadi”
Jawabnya tanpa melepas matanya dari psp hitam itu.
“Oh? Jadi balas dendam? Atau kau cemburu karena tak dapat
perlakuan yang sama dengannya?”
Yeoja itu bangkit tanpa aba-aba dari posisi berbaringnya.
Menatap namja bermata sipit itu tajam dan tentunya dibalas sama oleh namja itu.
“Kau terlalu sering bermimpi sepertinya akhir-akhir ini.
Jimin-ah. Kita itu berbeda 180 derajat. Sama halnya dengan langit dan bumi. Kita
itu Soul-Miss-Mate. Ingat. Soul.Miss.Mate!”
yeoja itu menyelesaikan kaliamatnya dengan nada ditekankan tiap suku katanya lalu kembali berbaring menyibukkan diri dengan psp ditangannya.
yeoja itu menyelesaikan kaliamatnya dengan nada ditekankan tiap suku katanya lalu kembali berbaring menyibukkan diri dengan psp ditangannya.
“Soulmissmate? Istilah macam apa itu?”
Tanya namja itu setengah tertawa lalu mengambil posisi
berbaring disamping yeoja yang masih saja tak mengindahkan namja itu karena
pspnya.
“Ya! Geser sedikit bisa tidak sih?!”
Namja itu kini mulai muak dengan yeoja disampingnya.
“Choi Haneul-ah!”
Teriaknya pada yeoja itu.
“Shiroyeo!”
Balas yeoja itu berteriak tak kalah keras sampai-sampai
orang yang berada dilantai bawah terusik oleh teriakannya.
“Park Jimin! Choi Haneul! Cepat turun dan makan malam
sebelum kuusir kalian berdua dari rumah ini!”
Sialan. Setidaknya begitulah umpatan hati mereka berdua.
***
Hari ini memang hari yang cocok untuk bermalas-malasan.
Apalagi untuk bangun siang. Terlebih lagi untuk mengikatkan diri pada kasur.
Bahkan sampai membuat siapapun bersedia untuk menikah dengan kasur hari ini
saja. Setidaknya begitulah isi fikiran seorang Choi Haenul pagi ini. Dengan
sangat terpaksa ia harus bangun terlalu pagi hari ini karena ibunya yang tak
henti-hentinya meneriaki seisi rumah untuk bangun lebih pagi hari ini karena
akan ada acara keluarga.
“Eomma tak bisakah aku memakai celana saja kali ini?”
Tanya haneul dengan nada menghiba pada ibunya yang baru saja
bersiap keluar dari kamarnya.
“Kita sudah sepakat bahwa tidak ada celana dihari keluarga.
Kau tidak boleh membantah Choi Haneul”
Dan beginilah haneul harus berakhir. Ia merasa begitu nista
dengan rok yang begitu manis ini. Rok satin berwarna putih dengan pita hitam
cantik dipinggangnya. Ia tau ibunya tak mungkin mengizinkannya mengenakan
celana dihari penting seperti ini. Tapi apa salahnya memohon? Itu salah satu
dari usaha. Tak ada salahnya mencoba. Ia tak tahan lagi untuk memutar matanya.
Begitu muaknya menatap rok cantik yang akan dikenakannya itu.
“Kenapa harus ada pertemuan keluarga setiap bulan? Heol”
Eh? Matanya menangkap sesuatu yang mengganjal dari salah
satu ruangan dirumah tetangganya yang bergaya klasik itu. Diperhatikannya
baik-baik jendela yang tak tertutup tirai itu. Jendela yang tepat berada
diseberang kamarnya. Ya. Apalagi kalau bukan kamar jimin. Bukan. Masalahnya
bukan pada kamarnya yang terlalu rapi. Ya tentu saja kamar itu akan selalu rapi
karena ibu dari si pemilik kamar akan murka jika kamar itu dibiarkan seperti
kapal pecah. Masalahnya adalah siapa yang tengah berada dikamar itu. Haneul mengusap-usap
matanya tak percaya. Benarkah yang dilihatnya? Atau hanya halusinansi? Oh
bukan. Orang itu masih disana. Min Yoon Hee? Apa yang dilakukannya dikamar
seorang jimin? Sejak kapan jimin berani membawa yeoja lain selain haneul
kekamarnya? Apa dia sudah gila? Atau apa mereka sudah jadian? Tidak mungkin.
Tadi malam baru saja ia mengungsi ke kamar namja itu dan tak melihat
tanda-tanda sedang kasmaran diwajah mesumnya itu. Tapi. Bisa jadi. Bisa jadi
mereka sudah menjadi pasangan setelah kejadian dilapangan basket kemarin.
Haneul harap semua yang ada difikirannya adalah salah dan hanya bayangan
semata. Tidak. Tidak. Apapun yang terjadi ia tak akan rela yeoja sialan itu
yang jadi yeoja chingu seorang jimin. Apa? Apa yang baru saja difikirkannya?
“Haneul-a cepatlah. Semuanya sudah menunggumu dibawah”
“Ne eomma!”
Oh sial. Waktu yang benar-benar tidak tepat.
***
*JIMIN’S POV*
Pelajaran hari ini benar-benar membuat kepalaku bekerja
lebih keras dari biasanya. Bukan. Bukan karena sulit untuk dimengerti. Tapi
karena Suga hyung yang memaksaku untuk menemaninya latihan dance hingga larut
malam. Ditambah lagi adiknya yang ternyata adalah Min Yoon Hee itu memaksa
untuk ikut dan berceloteh tentang hal-hal tak penting padaku. Mengurangi waktu
tidurku. Membuat otakku malas berfikir yang berat-berat. Tapi syukurlah tak
membuat kantung hitam dibawah mataku. Angin semilir yang masuk dari celah
jendela kelas yang sedikit terbuka itu membuat tidurku dijam istirahat ini
makin nyenyak. Setidaknya aku harus menghargai waktu yang sedikit ini dengan
tidur nyenyak sampai waktunya habis. Yah. Setidaknya itu bisa disebut
menghargai.
“WOA! Tidak mungkin! Haneul-a! pesawatnya mendarat dimeja
jimin! Ya! Bagai mana mungkin!”
Brengsek.
“Ige mwoya?!”
Suara berisik yeoja-yeoja dikelasku yang entah sedang apa
itu membangunkanku dari tidurku yang berharga ini. Sebuah pesawat yang terbuat
dari kertas yang disobek entah dari buku
siapa itu mendarat dikepalaku.
“Aish. Jangan galak begitu jimin. Padahal kan kami hanya
main”
Tapi sayangnya yang kalian sebut hanya bermain itu telah
mengusik manusia yang butuh tidur ini.
“Woaaah berarti kau berjodoh dengan namja galak ini haneul”
“Iya benar. Malang sekali nasibmu haneul”
Mwo? Jodoh? Namja galak? Malang? Haneul? Ada apa ini?
“Haha kalian ini bicara apa. Inikan hanya sebuah permainan.
Lagi pula bagaimana mungkin aku bisa berjodoh dengan dia. Kami berdua kan
Soulmissmate. Takdirnya sudah ditentukan tak mungkin bersama”
Ha. Bagaimana mungkin kalimat seorang choi haneul yang tak
pernah serius itu terasa bagaikan menohok dadaku hingga sakit sepeti ini?
“Benarkan jimin?”
Tanyanya sambil tersenyum ringan padaku yang masih saja
bingung dengan perasaan sakit ini. Ternyata lebih sakit dari yang dibayangkan.
Ditolak sebelum menyatakan cinta haha.
Aku beranjak dari kelas. Tak mengindahkan yeoja-yeoja yang
kini masih saja berisik seperti kerumunan lebah itu.
“Kau mau kemana jimin?”
Tanya haneul setengah berteriak. Takut aku tak mendengarnya.
“Ruang kesehatan. Aku tidak enak badan”
***
“Jadi begitu? Aku mengerti perasaanmu. Tapi tidak baik untuk
seorang laki-laki bersedih begini”
Ujar suga hyung setelah mendengar apa yang baru saja kualami
dikelas tadi. Ia menepuk punggungku pelan. Entah untuk apa ia melakukannya.
“Jadi apa yang harus
aku lakukan?”
Suga hyung mengubah posenya seperti tengah berpikir keras.
“Hng?”
Matanya menjadi cerah seketika setelah sepertinya mendapat
sebuah ide. Ia bergeser mendekatiku bersiap membisikkan sesuatu.
“Bagaimana kalau begini”
“…..”
“….”
“Hm?”
“Ottae?”
“Baiklah”
*END JIMIN’S POV*
***
*HANEUL’S POV*
Seingatku beberapa waktu lalu koridor ini masih sepi tanpa
seorangpun yang melewatinya. Tapi kenapa sekarang jadi dipenuhi sana sini? Apa
mungkin tidur siangku diperpustakaan membuatku lupa waktu? Jangan bilang kalau
sekarang sudah jam pulang. Sehebat itukah aku bisa tidur begitu pulasnya
diperpustakaan sekolah sampai jam pelajaran berakhir?
BRUK
“Aduh”
Sepertinya aku harus menghentikan kebiasaan untuk terlalu
mudah jatuh karena menabrak sesuatu ini. Sudah berapa kali aku terjatuh karena
hal yang sama dalam seminggu belakangan? Satu, dua, tiga? Hm? Mungkin juga
empat?
“Kau bisa berdiri?”
Sebuah suara familiar terdengar tengah mengajukan pertanyaan
pada seseorang. Yang kutau orang itu bukan aku. Aku mendongakkan kepalaku untuk
memastikan si pemilik suara.
Mwo…ra...go?!
Park Jimin? Apa benar dia yang tengah membantu yeoja yang
membuatku terjatuh itu? Min Yoon Hee? Apa yang mereka lakukan? Lebih tepatnya.
Apa yang jimin lakukan?! Kenapa dia harus membantu yeoja itu? Kenapa dia tak
mementingkan sahabat kecilnya ini? Oh dan bagaimana bisa kebetulan ini terjadi?
Atau. Jangan bilang mereka memang tengah berjalan bersama.
“Mianhae haenul-ssi. Aku tak memerhatikan jalan”
Yeoja berambut maroon itu membungkukkan badannya padaku yang
masih malas untuk berdiri. Kepalaku tengah dirasuki berbagai pertanyaan rumit
dan khayalan-khayalan mengerikan saat ini.
“Gwenchanayo”
Bukan. Bukan ini yang seharusnya aku lakukan. Bukannya
berdiri sendiri dan meninggalkan mereka berdua setelah memaafkan yeoja itu
bukan. Seharusnya aku berbalik dan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi pada
namja yang berdiri mematung disana. Persis disisi yeoja sialan itu. Tengah
menggandeng tangannya.
Tunggu.
Menggandeng?!
***
“Sudahlah haneul-a. Kau tak usah memaksakan diri. Biar aku
yang mengerjakan sisanya. Kau kelihatan kurang sehat. Aku antar pulang ne?”
Ujar yeoja berwajah tenang itu menawarkan.
“Ani. Aku bisa pulang sendiri. Maaf merepotkan”
Aku menjawab seadanya dengan nada lesu yang terdengar
seperti orang yang tak makan sejak tiga hari lalu.
“Gwenchanayo. Hati-hati dijalan ne?”
“Ne”
Sulit sekali rasanya menggerakkan kakiku untuk beranjak dari
sekolah ini. Seluruh tubuhku merasakan nyeri yang berasal dari bagian yang
disebut orang-orang sebagai bagian vital dari perasaan. Ya. Hati. Rasa nyeri
yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Perasaan menusuk yang tak pernah
terbayangkan selama ini olehku yang selalu berusaha bersikap apatis terhadap
seluruh hal yang menyangkut perasaan ini. Aku bersumpah rasa sakit ini lebih
sakit dibandingkan dengan ditusuk dengan belati sungguhan. Dan entah kenapa
jalan kerumah jadi terasa begitu panjang. Atau mungkin korea sudah mulai
meluas? Atau aku yang bertambah kecil? Kenapa semua yang kulewati terasa
mengejekku? Menekanku tanpa kata-kata maupun ekspresi. Padahal aku hanya
membawa 3 buku hari ini. Kenapa rasanya seperti sedang menopang berat bumi ini?
Atau beginikah yang namanya putus cinta? Oh apa yang aku pikirkan? Fikiranku
mulai kacau. Apa sudah saatnya reparasi otak?
TOK TOK
“Eomma”
Tak lama menunggu ketukanku terjawab, seseorang dibalik
pintu membuka kenopnya. Pintu itu terbuka dan menampilkan seorang yeoja paruh
baya seumuran ibuku dengan celemek merah muda tengah keheranan menatapku saat
ini.
“Haneul-a?”
“Eommonim?!”
“Eoh? Kenapa ekspresimu seperti tengah melihat hantu begitu?
Mana jimin?”
“Eh, aniyo. Jimin? Aku juga baru saja akan menanyakan itu
eommonim, hehe”
Jawabku asal-asalan dengan setengah kesadaran yang masih
bertahan ditubuhku.
“Dia tak bersamamu? Lalu dimana dia? Omo! Apa jangan-jangan
dia sedang bersama yeoja chinggu-nya?”
“Yeoja.. chinggu?”
“Aigoo aku ini bicara apa sih, lupakan saja yang barusan
haneul. Ngomong-ngomong ada apa denganmu? Kau terlihat pucat. Kau sakit? Aku
antar kerumahmu ya?”
“Gwenchanayo eommonim. Aku bisa sendiri”
BRUK
Gelap sekali. Aku lelah. Saking lelahnya sampai-sampai aku
rela ditelan bumi bulat-bulat saat ini juga.
*END HAENUL’S POV*
***
*JIMIN’S POV*
“Dia tiba-tiba pingsan lalu ibu membawanya kerumahnya.
Ternyata setelah diperiksa dokter penyakit maagnya kambuh. Kau tau dia punya
penyakit itu? Ibunya bahkan baru tau tadi. Dia belum makan sama sekali dari
pagi. Ada apa dengannya? Apa terjadi sesuatu disekolah?”
Ibuku tak henti-hentinya membuat jantungku bekerja lebih
cepat sejak aku pulang dari tempat latihan dance tadi.
“Jinjja? Aku tak tau itu. ia tak pernah terlihat sakit
selama ini. Dan sepertinya dia tak punya masalah”
Maafkan kebohonganku ini ibu. Tidak mungkin bukan, aku
mengatakan bahwa dia mungkin saja terlalu banyak fikiran karena aku. Ibu
bisa-bisa menggantungku saat ini juga.
“Oh arasseo. Yasudah setelah selesai makan kau jenguk dia ke
kamarnya ne?”
HEEE?!!
***
“Aku baik-baik saja. Pulanglah”
Haneul yang tengah menutupi dirinya dengan selimut biru itu
masih bersikeras tak ingin memperlihatkan wajahnya padaku meskipun sudah
dipaksa berkali-kali.
“Sudah kubilang aku tak akan pulang sampai kau ceritakan
masalah yang membuatmu jadi begini”
Ia mendesis kesal.
“Aku tak punya masalah apa-apa. Hanya terlalu sibuk karena
membantu tugas osis temanku. Aku lupa makan karena tidak lapar. Akupun juga
baru tau kalau aku punya penyakit mag kronis. Sekian”
Ia menjelaskan dengan tetap tanpa menyingkap selimutnya.
“Perlihatkan wajahmu”
“Shi?ro!”
Aku menarik selimut itu dengan paksa. Wajah memberengutnya
yang sudah tak pernah kulihat akhir-akhir ini itu muncul dari balik selimut.
“Kau marah padaku?”
“Kalau sudah tau jawabannya untuk apa bertanya. Babo”
Ia bangkit lalu melakukan peregangan, sendinya pasti sedikit
kaku karena tidur yang cukup lama.
“Mian”
Hening yang cukup panjang setelah aku mengeluarkan kata itu.
Tak ada yang tau harus melanjutkan pembicaraan dengan kalimat apa diantara kami
berdua.
“Untuk apa?”
Tanya haneul setelah hening semenit lalu.
“Untuk aku yang meminta bantuan yoonhee untuk membuatmu
cemburu atau semacamnya?”
Jawabku ragu.
“Mwo?”
“……”
“Ahahahahaha! Jadi kau melakukan itu? babo hahaha. Untuk apa
membuatku cemburu? Hah? Aku marah karena kau lebih memilih untuk menolong
yoonhee dan tak memperdulikan aku. Itu saja”
Ia menertawakan pernyataanku barusan.
“Itu saja? Tak ada yang lain?”
“Oh iya. Masih ada. Sejak kapan kau berani membawa yeoja
lain kekamarmu? Kau merasa sudah besar hah?”
Yeoja? Kapan aku pernah membawa yeoja selain haneul
kekamarku?
“Jangan pura-pura lupa. Hari minggu lalu kau membawa yoonhee
kekamarmu. Apa yang kalian lakukan berduaan dikamar?”
Pertanyaannya mulai terdengar serius dan menekan.
“Hari minggu? Yoonhee? Oh, jangan bilang kau hanya mengintip
sekilas dari jendela kamarmu yang tidak akurat ini”
Terka-ku lalu menunjuk jendela kamarnya yang bertiraikan
satin putih.
“Tentu saja. Tidak mungkin aku menumpang ke kamar adikku
hanya untuk mengintip kalian yang tengah berduaan. Bisa-bisa aku melihat adegan
yang akan merusak kesucianku”
BUK
“Appo!”
Ia mengaduh setelah kulempar dengan bantal yang berada paling
dekat denganku itu.
“Kau pikir aku sudi melakukan hal-hal yang kau maksud itu
dengan yeoja itu hah? Ia datang kerumahku bersama suga hyung. Ia memaksa ikut.
Karena tidak tega suga hyung terpaksa membawanya. Bukannya sudah pernah
kukatakan padamu. Aku tak punya hubungan sama sekali dengan yeoja itu. Aku
mengenalnya hanya karena suga hyung. Tidak lebih”
“……”
“Kenapa diam saja?”
Ia menopang dagunya dengan bantal yang tadinya kulemparkan
padanya.
“Bukannya aku tak menanyakan hal-hal yang kau jawab
barusan?”
Tanyanya polos. Aku mendesah kesal. Bisakah yeoja ini
sesekali tak merusak suasana saat sedang serius begini dengan berlagak sok
polos?
“Sudahlah. Aku pulang dulu. Sudah larut. Jangan lupa makan.
Besok pagi aku jemput. Jangan pergi duluan”
“Bukannya yang selalu berangkat lebih pagi itu kau park
jimin?”
“Tidak usah menginterupsi”
KLAP
*END JIMIN’S POV*
***
*HANEUL’S POV*
“Jadi. Ceritakan padaku”
Yeoja yang baru saja datang dan meletakkan ransel navi
bluenya diatas meja yang berada tepat diseberangku itu memerintahkan hal yang
tidak jelas.
“Soal apa?”
Tanyaku bingung.
“Soal orang yang berangkat bersamamu pagi ini”
Oh. Jimin.
“Tidak terjadi apa-apa diantara kami. Tadi pagi kebetulan
aku bertemu dengannya dijalan seperti biasa dan kami berjalan bersama sampai
sekolah. Ada yang salah?”
Jelasku padanya yang memutar bola matanya karena ucapanku
barusan.
“Ini bukan seperti kebetulan biasa. Kau berjalan
berdampingan dengannya kali ini. Biasanya kalian akan berjalan dengan jimin
didepan dank au yang mengikuti seperti pelayan dibelakang. Dan tambahan, aku
mendengar pembicaraan kalian dari murid kelas lain”
Matilah aku. Bagaimana mungkin orang-orang begitu berminat
memperhatikan kami. Bukankah selama ini memang hal yang biasa jika aku
berangkat bersama dengan jimin? Bukankah hal yang sangat biasa jika aku dan jimin
membicarakan sesuatu yang notabene adalah berdebat mengenai hal-hal tak
penting? Lalu kenapa sekarang semua itu jadi hal yang jadi bahan pembicaraan
yeoja-yeoja in— sial. Aku lupa jimin punya banyak fans tidak pentingnya di klub
basket.
“Pembicaraan? Tentang apa?”
“Oh ayolah Choi Haneul. ‘Jangan pulang duluan. Aku akan
mengantarmu pulang nanti. Jangan lupa makan. Kalau kau sakit hidupku tak akan
selamat. Arasseo?’ Sekian”
Seakurat itukah mereka menguping? Atau jangan-jangan mereka
menempeli jimin semacam alat penyadap? Jangan bilang dia punya fans yang
identitas aslinya adalah intel FBI
“Oh itu. bukankah itu hanya pembicaraan biasa? Ayolah,
karena kemarin aku pingsan karena mag kronisku, jadi ibu jimin menyuruhnya
untuk menjagaku. Kenapa hidupnya tak akan selamat? Yah karena ibunya akan
menggantungnya jika tau aku tak selamat sampai rumah. Sekian”
Tatapan tajam ara berubah jadi tatapan-oh-jadi-begitu.
“Baiklah kali ini aku percaya. Tapi kalau sampai aku mencium
sesuatu yang mencurigakan dari kalian berdua. Hidupmu tak akan tenang sampai
kau memberitahukan yang sebenarnya padaku. Baiklah, aku kekelasku dulu.
Annyeong”
Aku menghembuskan nafas lega setelah yeoja bersurai coklat
itu benar-benar meninggalkan kelasku. Berbohong itu buruk. Tapi apa salahnya
jika demi masa depanmu?
***
“Ada apa dengan yeoja ini hah? Kenapa tiba-tiba dia
mengundang kita semua? Oh jinjja. Aku benci dia”
Seulmin tengah merutuki kertas bercorak hati ditangannya
itu. sepertinya suasana langit cerah pada jam istirahat ini tak senada dengan
suasana hatinya setelah membaca undangan itu.
“Kalau kau membencinya yasudah tidak usah datang. Toh
undangan pesta ulang tahun seorang Min Yoon Hee juga bukan sebuah kewajiban”
Sela-ku dengan tanpa mengalihkan pandangan dari ponsel
hitamku.
“Tidak pergi? Apa kau bercanda? Jika aku pergi tentu aku
bisa melihat suga oppa”
Ia tersenyum senyum sendiri atas kata-katanya barusan.
“Heol. Aku tak mengerti dimana letak ketampanan kapten
basket yang satu itu”
“Kau sendiri bagaimana? Pergi?”
Sela ara ditengah pernyataan tak pentingku.
“Nan? Entahlah. Aku akan pergi jika jimin pergi”
“Jimin?”
Semuanya serentak kaget mendengar pernyataanku.
“Hey kalian lupa aku tak akan diizinkan pergi kemanapun jika
tanpa jimin oleh ibuku?”
Mereka kembali keposisi semula setelah terkaget dan reflex
menatap lekat-lekat padaku tadi.
“Aku sempat lupa. Baiklah aku akan pergi jika kalian semua
pergi”
“Baiklah kalau begitu sudah diputuskan kita semua pergi!”
*END HAENUL’S POV*
***
Ruangan besar disebuah gedung itu dipenuhi gemerlap lampu berwarna-warni.
Tiap sudut ruangan tersusun rapi meja-meja lengkap dengan hidangannya. Tak lupa
dengan sebuah kue berukuran raksasa dengan ukiran ‘Saengil Chukka Hamhida
Yoonhee’ disekelilingnya berdiri ditengah ruangan itu. hadirin yang menghadiri
acara yang sepertinya merupakan pesta ulang tahun inipun tak bisa dikatakan
sedikit. Untung saja ruangan ini sungguh besar hingga tak membuat orang-orang
sesak didalamnya. Tapi seramai apapun itu. bagi seorang Choi Haneul semua ini
benar-benar membuatnya merasa kesal. Bagaimana tidak. Sudah setengah jam ia
mengelilingi ruangan besar itu, tapi ia masih tak bisa menemukan namja
bertuxedo hitam polos diantara kerumunan namja yang juga berpakaian serupa
dengannya. Bodohnya ia bisa-bisanya mengalihkan pandangan dari seorang park
jimin ditengah lautan orang-orang yang tengah menikmati pesta yang jauh dari
kata sederhana ini. Ia bersumpah jika lima menit lagi jimin tak muncul
dihadapannya, ia akan pulang dan membiarkan ibunya tau kalau jimin
meninggalkannya dan menghukum jimin sampai mati. Ia tak peduli lagi. Benar
benar tak peduli. Untuk apa ia memperdulikan namja yang juga tak
memperdulikannya.
PATS
Tiba tiba seluruh lampu diruangan itu berhenti menyala dan
menyisakan cahaya ditengah ruangan. Lampu itu mengarahkan sorotannya pada
seorang namja tampan bertuxedo hitam dengan tatapan charmingnya, menyembunyikan
tangan kanannya yang tengah menggenggam sesuatu dibalik punggungnya. Ia
berjalan menuju seorang yeoja bergaun merah muda lembut yang tengah mematung
ditempatnya. Yeoja itu tersadar ketika namja itu telah sampai ditempatnya dan
menyerahkan benda yang sedari tadi disembunyikannya.
“Omo! Bunga mawar? Untukku? Darimu?”
Ia terkagum melihat sebuket mawar merah yang digenggam namja
itu.
“Saengil chukkae ne? Yoonhee”
Namja itu tersenyum dan lantas membuat seisi ruangan yang
tadinya ikut hening bersorak atas perlakuan romantisnya itu.
“Gomawo jimin-a”
Ucap yeoja yang dipanggil yoonhee itu pada namja bermarga
park itu. seketika itu juga lampu kembali menyala dan sorak sorai para undangan
kembali memenuhi ruangan. Lantas apakah seisi ruangan ikut gembira dengan itu?
bukankah ada sebuah hati yang tersakiti? Atau hati itu sudah lupa akan rasa
sakit? Atau mungkin juga saking sakitnya hati itu sampai sampai ia tak bisa
lagi merasakan apa-apa. Termasuk dunia ini.
“Mereka berdua benar-benar cocok. Andaikan aku berada
diposisi yoonhee”
“Teruslah bermimpi haha”
“Ternyata gosip tentang jimin dan yeoja yang bernama haenul
itu bohongan ya”
“Iya. Tentu saja bohongan. Mereka berduakan soulmissmate.
Bagaimana mungkin jadi pasangan. Haha”
“Iya kau benar. Jimin lebih cocok jika bersanding dengan
yoonhee dibanding dengannya”
“Yang namanya soulmissmate selamanya tetap akan jadi
soulmissmate bukan?”
“Hahahaha”
DEG
Kenapa? Kenapa hatinya begitu sakit mendengar itu semua?
Bukankah benar yang dikatakan mereka. Ya. Semuanya benar. Ia dan jimin memang
soulmissmate. Dan tentu ia bukan gadis yang pantas menjadi pasangan jimin. Ia
tak sesempurna yoonhee. Ia tak menarik sama sekali. Itu semua benar. Tak seharusnya
ia merasa sakit akan kata-kata orang-orang itu barusan. Jadi apa yang
membuatnya begitu lemah? Seluruh sendinya nyeri. Rasanya benar-benar tak
sanggup untuk berdiri. Sakit yang dirasakannya saat ini lebih dari pada sakit
yang diterimanya beberapa hari lalu. Bukan rasa sakit yang bisa dibuat-buat.
Rasa sakit yang benar-benar menusuk sampai ke pangkal sarafmu.
“Kenapa kau tak bisa melakukan hal seperti itu untukku?”
***
“Chogiyo. Apa kau melihat haneul?”
“Choi haneul? Pasangan soulmissmatemu itu?”
“Nde?”
Jimin tak habis pikir pada tiap orang yang ditanyainya
sedari tadi. Sejak sepuluh menit lalu ia mencari keberadaan seorang haneul. Ia
sudah mencoba menghubungi ponselnya namun tak ada jawaban. Tak ada jawaban,
tidak diangkat, direject, atau semacamnya.
“Jimin-a, temannya bilang haneul pulang duluan tadi, mereka
tak menanyakan alasannya karena haneul terlihat sangat lesu, jadi mereka
membiarkannya”
“Pulang?! Ada apa dengannya? Ia tak mengabariku sama sekali”
“Mollayo. Mungkin dia belum jauh”
“Baiklah hyung, aku akan mengejarnya. Aku pamit ne”
“Ne!”
Syukurlah suga benar-benar membuat jimin tertolong disaat ia
tak lagi bisa menggunakan akal sehatnya saat ini. Apapun yang terjadi. Ia harus
menemukan haneul secepatnya dan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Tidak.
Ia tak peduli dengan hukuman yang menantinya dirumah nanti. Yang terpenting
sekarang adalah haneul tak boleh salah paham lebih lama.
***
Semilir angin malam mini begitu menusuk. Namun tak ada
apa-apanya disbanding hatinya yang tengah begitu sakit. Udara dingin tak
mempengaruhi jatuhnya air matanya itu. tak aka nada yang melihatnya ditengah
kegelapan malam ini. Terus berada ditengah ruangan tadi bukan pilihan yang
tepat. Tempat ini benar-benar pilihan yang tepat untuk melarikan diri.
Melarikan diri dari dunia yang kejam ini. Yang membuatnya benar-benar bingung
saat ini adalah untuk apa ia menangisi hal yang tak dimengertinya? Untuk apa
air mata ini mengalir? Untuk apa rasa ngilu dihatinya terus bersarang? Untuk
apa ia melarikan diri? Untuk apa ia membenci cinta? Padahal ia sendiri tak
mengerti apa cinta itu sebenarnya.
“Choi Haneul! Aku sudah mencarimu dari tadi ternyata benar
kau disini”
Suara familiar itu membuat haneul tersentak. Ia menghapus
air matanya sekali usapan dan menahan isakannya kuat-kuat.
“Apa yang kau lakukan disini?”
Namja itu bertanya dengan
nafas terengah-engah. Haneul yang tak tau harus membalas apa hanya bisa
mematung ditempatnya. Namja itu memutuskan untuk berjalan mendekati haneul dan
berhenti dihadapannya.
“Kenapa tidak menjawab?”
Tanya namja itu pada
haneul yang menatapnya kosong.
“Haneul-a?”
“Wae?”
Akhirnya ia bersuara
setelah sekian pertanyaan tak terjawab.
“Kenapa kau kemari?
Kenapa tak bilang padaku kalau kau pergi duluan? Kenapa—“
“Kenapa aku harus
menjawabnya?”
Ia bertanya balik
memotong pertanyaan jimin yang terdiam seketika.
“Karna…”
“Kau sendiri kenapa
tiba-tiba menghilang dan meninggalkan aku sendiri? Kenapa juga kau tiba tiba
muncul dengan bunga ditanganmu dan menyerahkannya pada yoonhee? Kenapa kau
harus memberikan bunga itu pada yoonhee bukan padaku? Kenapa aku harus merasa
sakit saat melihat adegan bodohmu dengan yeoja itu? kenapa—“
GREB
“Menangislah”
Jimin menghentikan
pertanyaan-pertanyaan haneul yang tak sempat dijawabnya dengan memeluknya.
Gadis itu terdiam, ia merasa pertahanannya roboh seketika. Isakannya yang
sedari tadi ditahan keluar lagi beserta air matanya yang masih belum bosan
mengalir.
“Mian. Aku bodoh sekali.
Seharusnya aku tau aku tak pantas bersamamu. Lagi pula kita kan Soulmissmate.
Kenapa harus bersama? Haha. Aku pulang dulu ne?”
Haneul melepaskan diri
dari jimin dan berbalik beranjak dari tempatnya.
“Sudah kubilang ini bukan
tentang Soulmissmate atau apalah itu. Tapi ini tentang kita. Cobalah untuk
mendengarkan aku sesekali”
Kata-kata itu mengalir
tiba-tiba dari bibir namja bermata sipit itu. bentakannya berhasil membuat
haneul membatu.
“Kau tau berapa kali aku
harus sakit tiap kali kau mengatakan kata Soulmissmate itu? Tiap kali kau
bilang ‘Kita ini soulmissmate, tidak mungkin bersama’ Ditambah lagi kau
mengatakannya dengan sangat santai dan tersenyum. Apa kau tak tau kata-kata
yang menurutmu biasa itu bisa melukai hati seorang namja?”
“Jadi apa yang kau sebut
dengan bermesraan dengan yeoja lain dihadapanku itu? memberikannya sebuket
bunga. Menolongnya untuk berdiri. Menggandeng tangannya tiap kali berjalan.
Berbicara dengan nada lembut padanya”
“Bermesraan? Oh. Aku
melakukan itu demi suga hyung. Itu semua terpaksa. Suga hyung tau kalau adiknya
begitu menyukaiku dan lalu meminta bantuan untuk member kejutan untuk dongsaeng
kesayangannya itu”
“Jadi apa sekarang kau
merasa bangga atas yoonhee yang mentyukaimu itu?”
“Apa aku pernah
mengizinkamu untuk menginterupsiku? Untuk sikapku yang tak bisa manis
terhadapmu itu. Untuk apa aku bersikap sok manis kepadamu? Sedangkan sifat
asliku bukan seperti itu. Berarti sama saja dengan berbohong jika aku bersikap
manis padamu. Aku akan menjadi jimin yang sebenarnya dihadapan orang-orang yang
aku sayang. Hanya kau yang tau segalanya tentangku. Apa aku pernah bersikap
seperti dihadapanmu pada orang lain? Apa aku pernah member perhatian lebih pada
orang lain dari padamu? Apa aku pernah mengabaikanmu sedetik saja? Apa kau bisa
membaca pikiranku? Jika memang kau bisa membacanya, pikiranku tak akan pernah
bersih sedikitpun darimu. Apa kau tau itu semua?”
“Aku membencimu”
“Aku lebih membencimu”
“Kau jahat padaku”
“Kau juga”
“Aku benci padamu
setengah mati!”
“Aku cinta padamu seumur
hidupku”
“………”
“Wae?”
“kau bisa mendekat
sebentar?”
Tanya haneul pada jimin
yang penasaran setengah mati. Ia member aba aba untuk membisikkan sesuatu pada
jimin. Dan dengan patuhnya jimin menunduk dan mendekatkan telinganya.
“PARK JIMIN SARANGHAE!!”
Haneul langsung memburu
langkahnya setelah meneriaki jimin tepat ditelinganya.
“YAA CHOI HANEUL!! BERHENTI
KAU”
“SHIROYO!! WEE”
Ini
bukan tentang soulmissmate atau apalah itu.
Tapi
ini tentang kita.
Bukan
begitu?
END
Yeeey! selse juga akirnya. udah selse kan? belom? udah ih. Pasti typonya tambah banyak ya wkwk.
Jadi gimana hubungan kita? EH maksudnya jadi gimana ffnya? komen yak.
Thanks for reading. Jangan lupa tinggalkan jejak, titik, koma, emot ketawa nangis /salah
baiklah sekian ciap ciap gue. Sampai jumpa dilain waktu beib :*

Tidak ada komentar:
Posting Komentar